DRS SUBARKAH SOSOK YANG PENYABAR

Senyum...senyum... dan senyum.... Itulah kesan pertama ketika bertemu dengan sosok yang satu ini. Perangainya halus dan santun, suaranya lembut bersahabat, pembawaannya tenang menyiratkan aura kewibawaan seorang bapak yang menjadi panutan semua insan. Dialah Drs. Subarkah. Sosok yang murah senyum ini terhitung 01 Januari 2006, telah purna tugas sebagai seorang pelayan masyarakat dan dengan hormat meninggalkan kompleks Balaikota Yogyakarta untuk memulai meniti karya di tempat baru. Genap tiga puluh tahun Pak Barkah, sapaan akrab Drs. Subarkah, mengabdi untuk bangsa dan masyarakat. Dari Kulonprogo Pak Barkah mengawali karirnya di dunia birokrasi (Pemerintahan). Sepuluh tahun, tenaga dan pikirannya dicurahkan kepada warga di ujung barat Propinsi DIY ini dan dua puluh tahun menjadi pelayan warga Kota Yogyakarta.

Tiga puluh tahun menjadi pegawai negeri sipil (PNS) menyisahkan banyak kenangan manis dan pahit di benak sang panutan. Namun, menurut suami ibu Murwaningsih ini, di akhir pengabdiannya kenangan pahit telah lenyap dan tertinggal hanyalah kenangan manis terpatri di relung hati yang paling dalam. Pak Barkah berkisah, pertama kali berpamitan untuk memulai karir, dan ditempatkan di sebuah kecamatan di pinggiran pantai selatan Kulonprogo, ada sedikit rasa kurang setuju dari ayahanda tercinta. Ketidaksetujuan ayahanda Subarkah bukannya tanpa alasan. Bayangkan, seorang lulusan Fisipol jurusan Hubungan Internasional, yang sepantasnya menjadi calon duta besar atau konsul, malah memilih menjadi abdi dan pelayan masyarakat di sebuah kecamatan nun jauh di pinggir pantai selatan. Namun, ketekadan hati Subarkah, untuk mengabdi dan mengemban amanah, meluluhkan hati sang ayah. �Sehari sebelum berangkat ke tempat kerja, tepatnya tanggal, 01 Januari 1976, ayahanda memberikan tiga buah nasehat berharga kepadaku. Pertama, Nyambutgaweo sing bertanggung jawab. Bekerjalah dengan benar, jujur, disiplin dan loyal. Kedua, orang bekerja itu imbalannya sangat tinggi. Oleh karena itu, bekerjalah yang hati-hati dan selalu waspada.

Nek ana jeglongan aja lewat kono..Kalau ada lubang ya, jangan lewat di sana. Dan ketiga, Wong bejo kuwi ngalahke wong pinter. Ning, mesti jujur. Oleh karenanya, dalam bekerja harus banyak berdoa dan, selalu berpasrah kepada Allah, SWT.� kenang Subarkah pada nasehat almahrum ayahanda yang semasa hidup berkarir sebagai Jupen. Berbekal nasehat itu, Subarkah memantapkan langkah menuju tempat kerja yang jarak tempu pulang pergi sekitar 70 km dari kediamannya. Walaupun ejekan dan sindirian sesama teman karena kedisipilinannya datang dan pulang tepat waktu, tidak membuat Subarkah patah arang. Semangat pengabdian tetap berkobar di dada. Semangat yang sama ditunjukkan Subarkah ketika dirinya berpindah ke Pemerintah Kota Yogyakarta. Selama menjadi pelayan masyarakat di lingkungan Pemkot Yogyakarta karir ayahanda Vitriastuti Luciana Dewi, Aprilianing Artianti dan Bintang I. Setyawan ini termasuk sangat bagus. Beberapa jabatan penting pernah beliau emban, seperti: Kepala wilayah kecamatan (Camat), Sekretaris Dewan, Kepala bagian Keuangan, dan Asisten Sekretaris Daerah. Terakhir, terhitung mulai Desember 2002, mertua Adiwaluyo dan Hendri Cahyo Widiantoro ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Yogyakarta.

Sebuah jabatan tertinggi dan merupakan karir di Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot. Walau jabatan tertinggi berada di tangan Bapak yang hobinya mendengarkan suara Ebiet G. Ade dan lagu Nostalgia lama ini tetap saja merunduk. Bak ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Siapa saja yang datang atau ingin bertemu beliau selalu dilayani dengan senyum. Dengan senyum pula, pak Barkah menyelesaikan sebuah masalah, walau pahit sekalipun. Entah, yang dihadapi pejabat tinggi atau staf yang pangkat dan golongan paling rendah sekalipun dilayani dengan sikap kebapakan. Tidak hanya itu, apabila yang datang dengan sejuta amarah bergelora di dada karena persoalan kerja dan lainnya, setelah berhadapan dengan beliau dijamin hati yang panas menjadi sejuk kembali bagai tersiram air pegunungan. Namun, Ada siang, ada malam. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada pertemuan ada perpisahan ... Karena dibatasi usia, Pak Barkah harus melepaskan semua kenangan manis dan pahit di dunia birokrasi (pemerintahan) yang digeluti selama 30 tahun. Kini sosok panutan telah purna tugas sebagai seorang abdi negara dan pelayan masyarakat. Akan tetapi Purna Tugas atau pensiun dari PNS bukanlah akhir dari segalanya. Justru adalah awal dari segalanya. Dengan pengalaman yang telah dilalui pak Barkah yakin akan tetap mengabdi dan memberikan yang terbaik kepada sesama yang membutuhkannya. Baik di masyarakat yang paling kecil yakni keluarga dan masyarakat luas, bangsa dan negara. Karena pengabdian tidak terbatas pada waktu dan ruang. Terima kasih Pak Subarkah...... Teladanmu akan tetap terpatri di hati para yuniormu.... Selamat bertugas di tempat baru...... (@MIX)