Kampung Jawa Terban, Sebuah Gerakan Penegasan Kembali Jati Diri
‘Orang Jawa akan kehilangan Jawa-nya’ (Wong Jawa bakal ilang Jawane). Sebuah ungkapan Jawa klasik yang terasa penting untuk ditelaah hari ini. Tentang orang Jawa yang sudah tidak memiliki jati diri Jawa.
Misalnya, orang Jawa zaman dahulu saat berbicara begitu halus dan penuh tata krama. Mereka berbicara dengan santun dan sesuai unggah ungguh. Halus dan sopan adalah sikap yang melekat pada diri orang Jawa dan tecermin ketika berbicara dan bersikap.
Namun, seiring zaman yang semakin berkembang, mulai terjadi pergeseran tata nilai dan perilaku masyarakat, khususnya orang Jawa sendiri. Anak muda, bahkan sejak generasi X dan Y, mulai kehilangan tata nilai dan budaya Jawa.
Mereka cenderung lebih mengikuti budaya Barat yang mereka yakini lebih baik dari budaya Jawa. Mulai dari cara berbicara, bersikap, bahkan cara berpakaian sudah mengarah kepada budaya Barat, akibat modernisasi teknologi yang membawa dampak sangat besar terhadap perilaku anak muda.
Dalam upaya menghidupkan kembali ruh sebagai orang Jawa, Kelurahan Terban akan menginisiasi pembentukan ‘Kampung Jawa’di wilayah tersebut. Kampung yang terdapat di RW 05 Terban ini tentu akan mengambil inti sari pola pengasuhan Jawa yang dimulai sejak bayi.
Lurah Terban, Narotama mengatakan keberadaan Kampung Jawa tentu diharapkan mampu mengembalikan tradisi dan nilai-nilai budaya Jawa di tengah era modern.
“Mengupayakan berbahasa Jawa berdasar unggah ungguh merupakan salah satu cara mengembalikan karakter dan watak sebagai orang Jawa,” ungkapnya, Rabu (28/4/2021).
Ia mengungkapkan, menurut tradisi Jawa, pengasuhan pada anak dimulai sejak bayi masih dalam kandungan ibu, bahkan sejak terjadinya konsepsi; karena ajaran Jawa menganut tentang kehidupan adalah sebuah kontinum yang berkelanjutan.
Di kampung Jawa ini nanti juga akan menghidupkan kembali beragam upacara maupun ritual yang ada pada zaman dahulu yang dapat menambah kekhasan Kampung Jawa.
“Baragam upacara atau selamatan ada di dalam tradisi Jawa, mulai dari proses kelahiran hingga kematian kemudian mulai dari proses pernikahan hingga kehamilan memiliki upacara sendiri-sendiri,” katanya.
Meski bengitu ia tak memungkiri bahwa dalam mewujudkannya terdapat tantangan besar terutama bagi warga yang berada di lingkungan tersebut. “Namun, ini menjadi sebuah mahakarya dan akan menjadi sesuatu yang monumental bila semuanya dapat dijalani oleh masyarakat di kampung Jawa,” jelasnya.
Di tengah kampung yang terletak di jalur perdagangan dan bisnis dengan perilaku masyarakat yang modern, tambahnya, dapat ditemui sebuah kampung yang tetap mempertahankan tradisi dan perilaku sebagai orang Jawa. (Han)