GONG PERDAMAIAN HADIR di TAMAN PINTAR

Kawan, sobat dan saudara sebangsa dan setanah air kini telah satu abad
Relakah kita bumi pertiwi Indonesia semakin bersedih berserak tak berdaya
Terkoyak karena ambisi diri, terkoyak karena keserakahan diri, terkoyak
karena luka diri
Kini saatnya kita bangkit kembali, kita padukan langkah, kita satukan asa,
Kita padukan jiwa kita raih martabat bangsa ini
Dari JOGJA pertama kita bangun kejayaan Indonesia
Salam Indonesia jaya…….

Penggalan puisi yang dibacakan dengan nada lantang oleh Walikota
Yogyakarta Herry Zudianto, sempat memecah keheningan hadirin pada
Peresmian Gong Perdamaian Nusantara, di Plaza Taman Pintar, Selasa
(20/05).
Gong Perdamaian Nusantara merupakan simbol pemersatu nusantara. Pemasangan
dan Peresmian Gong Perdamaian Nusantara di Taman Pintar hadir melengkapi
‘tapak prestasi’ sebagai manifestasi simbol ikatan silaturahmi terpatrinya
telapak kaki dan tangan para mantan Presiden diatas sebuah prasasti. Gong
Perdamaian Nusantara dicanangkan sebagai pembaruan komitmen kebangkitan
bangsa yang telah terjadi 100 tahun lalu yang dipatrikan kembali dalam
bentuk simbol perdamaian nusantara. Dengan harapan dari tanah Yogyakarta
ini mampu menjadi lentera nusantara dalam menciptakan perdamaian Indonesia
yang kekal damai sepanjang masa.
Gong Perdamaian Nusantara melambangkan persatuan dari kabupaten/kota,
propinsi dan agama di seluruh Indonesia. Sebelum kelahiran Gong Perdamaian
Nusantara ini sudah dibuat Gong Perdamaian Dunia yang merupakan
persaudaraan umat manusia di dunia. Terakhir dicanangkan di Hongaria yang
merupakan upaya untuk mengangkat martabat bangsa di mata dunia agar bangsa
ini tidak lagi dilecehkan oleh bangsa lain. Pada kesempatan itu juga
dilakukan peletakan tanah dari 33 Propinsi yang melambangkan bangsa
Indonesai bersatu sebagai pondasi kekuatan perdamaian dunia.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam sambutannya mengatakan, Setiap
peringatan Hari Kebangkitan Nasional hendaknya dipandang secara reflektif
dan perspektif. Reflektif pada makna peringatan itu sendiri, perspektif
bagaimana mengisi Kebangkitan Nasional Kedua untuk mewujudkan Indonesia
baru yang lebih baik. Jika ada perbedaan tentang bagaimana mewujudkan
Indonesia ke depan, tidak perlu dirisaukan karena bangsa ini lahir dari
perdebatan dan pergulatan pemikiran intelektual. Perdebatan dan polemik
akan terus memperkaya cara pandang generasi berikutnya dalam menyelesaikan
agenda kebangsaan masa depan. Tetapi persoalannya akan menjadi lain kalau
perdebatan pendapat itu bersumber dari kebutuhan pragmatis kekuasaan
belaka, seperti yang terjadi saat ini. Pertikaian pendapat akan sia-sia
saja karena hanya dimanipulasi untuk membenarkan cara kekuasaan
menyelesaikan persoalan-persoalan praktis yang dihadapinya.
Apakah Indonesia Baru nanti akan melewati proses disintegrasi ataukah
tetap terintegrasi dalam NKRI, sebenarnya bukanlah terletak pada bagaimana
cara kita menyatukan perbedaan, tetapi tergantung bagaimana kita menerima
dan merayakan perbedaan itu sebagai karunia bagi bangsa besar yang bernama
Indonesia ini, ujar HB X.
Sultan berharap, digelarnya prosesi “Pemukulan Gong Perdamaian Nusantara”
ini, memberikan gaung semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam menjalin
perdamaian dan persatuan-kesatuan bangsa dapat lebih dikukuhkan di seluruh
persada nusantara.

Menurut Menpan Taufik Effendi yang juga Ketua Dewan Penasihat Forum Rakyat
Indonesia Bersatu yang disampaikan Bambang Heri, Esensi dari peringatan
100 tahun kebangkitan nasional adalah menumbuhkembangkan rasa memiliki
terhadap bangsa ini dan terjadinya akselerasi pembangunan dan
kesejahteraan rakyat yang maksimal bertumpu pada kesadaran yang tulus dan
ikhlas bagaimana berbuat dan merubah bangsa ini menjadi bangsa yang besar
dan berdaulat. Bangkit melalui kekuatan sendiri tumbuh daru kita dan untuk
kita.
Hadir dalam kesempatan itu Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Ketua DPP KNPI
Achzanul Haq, Presiden World Peace Commite Djuyoto, Ketua Multi Culture
Society Lieus Sungkharisma, Ketua Forum Rakyat Indonesia Bersatu Bambang
Heri, dan Sekjen KNPI Munawar Fuad, serta tokoh masyarakat
Yogyakarta.(ism)