Partisipasi Masyarakat Didasarkan Kesadaran dan Kesediaan bukan Keterpaksanan

“Jadi inti kebijakan saya mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS) adalah partisipasi masyarakat yang benar-benar
berdasarkan kesadaran dan kesediaan. Percayalah saya ingin meyakinkan
kepada semua sekolah dan komite sekolah bahwa jika penyusunan RAPBS
transparan komunikatif dengan seluruh stakeholder khusunya wali murid,
dengan program yang transparan, untuk pemanfaatan yang transparan, dan
diakhiri dengan pertanggungan jawab yang transparan,jangan khawatir saya
yakin partisipasi masyarakat tidak akan turun, tapi justru mungkin lebih
tinggi bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Saya ingin menyakinkan
lagi, cobalah taatilah tata tertib RAPBS yang ada di Perwal dan ditambah
komunikasi sebaik-baiknya dengan orangtua murid khususnya, pasti
partisipasi tidak akan mengecil. Yang lebih penting adanya rasa “trust”,
bangunlah rasa “trust” atau kepercayaan yang tinggi antara lembaga
pendidikan dan orang tua, maka dunia pendidikan akan menjadi lebih sehat,”
demikian disampaikan Walikota Yogyakarta H. Herry Zudianto kepada wartawan
Senin (7/7) di ruang kerjanya.

Walikota berharap sekolah negeri betul-betul mematuhi perwal tentang
mekanisme penyusunan RAPBS, mulai dari pemakaian formulir sampai
komunikasi dengan orang tua dsb. Kalau ada yang menyimpang akan ditindak
tegas, sebagai bagian dari komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta, dimana
pendidikan harus dimulai dengan trust atau kepercayaan. Kalau tidak ada
kepercayaan mau dibawa kemana pendidikan. Komunikasi antara orangtua dan
sekolah merupakan sesuatu yang sangat penting. “Jadi saya sebetulnya
yakin,bahwa adanya gap komunikasi antara komite sekolah dengan orang tua
murid, khususnya masalah perencanaan anggaran sekolah yang dihubungkan
dengan paritisipasi yang dimintakan dari orang tua murid. Karena saya
yakin sesungguhnya kalau komite sekolah dan sekolah komunikasinya baik
dalam hal perencanaan dan kemudian pertanggunganjawabnya juga baik,saya
yakin masyarakat akan bisa lebih menerima, paritispasi biaya sekolah itu
tanpa merasa dipaksa, ragu, atau merasa mahal. Karena sesungguhnya orang
tua pasti lah yen nggo anak, orang tua pasti support, saat ini
kelemahannnya justru kurangnya komunikasi, sehingga pertanyaan orang tua
sakjane go apa sih, kerapkali terlontar”.

Menurut Walikota kuncinya adalah komunikasi yang baik diawal, dalam
perencanaan libatkan sedini mungkin kemudian ikuti aturan main dari perwal
yang ada, bagaimana pelaporannya dsb. Partisipasi masyaraat tetap
dibutuhkan bukan karena keterpaksaan tapi memang kesadaran dan
ketersediaan. Dikomunikasikan dan masing-masing orang akan berparistipasi
sesuai dengan kemampuannya.” Saya contohkan sangat simpel, program
pendidikan itu hakekatnya seperti program wisata 50 anak dari Jogja ke
Kaliurang . Misal wisata digratiskan tapi karena anggaran pemerintah hanya
cukup untuk menyewa truk terbuka dan ada 20 anak orang tuanya mampu ingin
berpartisipasi sehingga wisata naik bus tidak naik truk terbuka, kenapa
tidak? yang 30 ikut menikmati dan yang 20 rela dan bersedia. Misal
anggaran sudah ditambah, wisata sudah bisa naik bus sudah bisa menginap,
20 anak misal ingin mendatangkan pembicara, kenapa tidak, yang 30 ikut
menikmati Konsep seperti itu yang saya inginkan sehingga penarikan biaya
tidak boleh diawal tapi setelah anak masuk, sekolah saya harapkan
komunikasi dengan baik, merencanakan dengan baik dan pertanggungan jawab
yang baik. Saya yakin orang tua akan mendukung,” lanjutnya.

Walikota juga menghimbau masyarakat untuk mendukung perwal yang ada untuk
membantu menciptakan good governance. Jangan mengajak kepala sekolah untuk
kolusi, kalau ada kasus, bukti, laporkan langsung ke Walikota dan Walikota
akan siap menindak apabila terbukti bersalah. Masyarakat jangan takut
untuk melapor dan yakin terhadap sistem yang diciptakan Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Kota Yogyakarta.