Kelompok Tani Maju Hasilkan Tanaman Organik
Masalah ketahanan pangan merupakan masalah yang harus dihadapi bersama. Tidak hanya mengandalkan pemerintah saja, namun harus disertai peran aktif masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjawab masalah tersebut adalah memanfaatkan lahan untuk ditanami berbagai tamaman.
Adalah kelompok Tani Maju Makmur yang telah membuktikan bahwa dengan memanfaatkan lahan yang ditanami berbagai sayuran, mereka dapat memenuhi kebutuhan dapur mereka.
Pengelolaan kampung sayur yang optimal dapat menjadi sumber pangan dan juga dapat menjadi penyedia gizi sehat bagi keluarga. Terutama pada saat harga sayur di pasaran melonjak tinggi, masyarakat tidak perlu khawatir karena sudah memiliki stok bahan pokok sayur di rumah.
Salah satu anggota Kelompok Tani Maju Makmur, Reni Yuli Wijaya, mengungkapkan hasil panen dari kebun tidak hanya untuk kebutuhan mereka sendiri, tetapi juga di jual kepada warga setempat. Hasil dari penjualan tersebut dapat dibuat untuk biaya penanaman di musim berikutnya.
“Kalau hasil panen beberapa kami jual, itu karena kami juga butuh biaya untuk pengelolaannya. Jadi kita jual kepada warga setempat,” terangnya, Selasa, (28/9/2021).
Bahkan pada saat harga sayuran dipasaran melambung tinggi, kelompok tani ini justru tidak pernah merasakannya.
“Di saat cabai, tomat, terong, sawi, dan kangkung mahal harganya, kami tidak bisa menjual sayuran itu ke pasar karena pandemi. Warga dan anggota justru bisa dengan mudah memetik sayuran di kebun secara langsung dan membelinya dengan harga murah,” jelasnya.
Tak sampai disitu, sayuran yang mereka tanam dijamin sehat karena tidak menggunakan pestisida atau antipestiaida.
"Kebun sayur kita mengusung tanaman antipestisida, pestisidanya nabati, jadi insyaallah tanaman organik,” tandasnya.
Ia bercerita Kelompok Tani ini merupakan kelompok tani yang terdiri dari para wanita yang tinggal di RT 23 RW 05 Kelurahan Prenggan, Kemantren Kotagede, Kota Yogya. Kelompok tani ini terbentuk berawal dari hobi menanam yang dilakukan oleh warga setempat.
“Kita awalnya dari kelompok tani ibu-ibu yang suka menanam dan didukung oleh Pemkot Yogya, kami mendapatkan bantuan berupa media, bibit tanaman, dan pelatihan. Awalnya seperti itu,” bebernya.
Reni mengungkapkan tidak mudah untuk mencari ibu rumah tangga yang memang suka menanam, apalagi mereka yang berdomisili di daerah perkotaan, karena di daerah perkotaan jarang sekali ditemukan kebun atau sawah untuk menanam.
"Beda halnya dengan di daerah pedesaan, pasti lebih banyak kebun atau sawah dibandingkan di daerah perkotaan. Apalagi mata pencaharian warga pedesaan adalah bertani, jadi tidak mengherankan jika dari kecil mereka sudah suka menanam," katanya.
Namun, katanya, hal tersebut justru memberikan motivasi lebih untuk warga Kelurahan Prenggan yang notabene berada di wilayah perkotaan untuk membuktikan bahwa mereka juga tidak kalah dengan warga pedesaan.
Menurutnya hal pertama yang menjadi motivasi ibu rumah tangga setempat untuk semangat menanam adalah kecintaan mereka terhadap tanaman.
"Karena kalau sudah cinta apa pun pasti akan tetap dilakukan. Terlebih kalau sampai tanaman tersebut terserang hama, pasti yang mereka rasakan adalah kesedihan," katanya.
Selain itu kekompakan juga perlu ditanamkan kepada warga sekitar untuk memajukan Kelompok Tani tersebut, atau dalam Bahasa Jawa disebut 'sengkuyung bareng'.
"Yakni dikerjakan secara bersama-sama. kekompakanlah salah satu instrumen penting dalam memamjukan organisasi," jelasnya.
Karena, lanjutnya, organisasi atau kelompok membutuhkan peran aktif semua anggota bukan hanya segelintir orang.
“Selama ini, saya bersama teman-teman agar termotivasi biar tetap menanam adalah menjaga kekompakan dulu. Ayo kita kompak, kita nikmati bersama. Kalau ada kelebihan dan kekurangan, kita buat bersama. Jadi apa pun risikonya, kalau itu untuk kelompok, kita tanggung bersama,” ujar Reni.
Ia dan anggota kelompok Tani Maju Makmur berharap agar kelompok tani ini dapat bertahan sampai beberapa generasi ke depan.
“Harapannya, Maju Makmur tetap bertahan dan dapat diteruskan sampai ke anak cucu kita. Jadi di bumi kita itu oksigen nggak usah mbayar,” pungkasnya. (Han)