Ruang Publik di Kota Yogya Diharapkan Bisa Menjadi Ruang Ekonomi

 

Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi tampil sebagai narasumber dalam podcast jilid dua Yogya Semesta dengan topik “Ruang Publik Ruang Kreatifitas dan Ekspresi Keistimewaan DIY” pada Rabu (8/12) di Co-Working Space Genius Idea, Yogyakarta. Selain Wakil Walikota, hadir pula sebagai narasumber Prof Sudaryono dengan host Hari Dendi.

Heroe menyampaikan bahwa ada 22 Kelurahan di Kota Yogyakarta yang merupakan rintisan budaya yang memiliki ruang terbuka hijau yang dapat digunakan sebagai wahana ekspresi seni budaya.

“Pemkot Yogyakarta memiliki program Gandes Luwes yang di dalamnya terdapat program seni budaya di setiap jenjang pendidikan dari TK hingga SMA/SMK,” kata Heroe.

Selanjutnya disampaikan Heroe bahwa keberadaan ruang terbuka hijau merupakan publik space yang bisa digunakan untuk mengekspresikan berbagai kegiatan warga termasuk di dalamnya kegiatan seni budaya.

“Ke depan selain sebagai ruang ekspresi maka ruang terbuka publik juga bisa berperan sebagai ruang ekonomi dimana pada setiap kegiatan ekspresi seni budaya melalui pementasan seni tradisi di ruang terbuka hijau dapat dipergunakan sebagai sarana berjualan UMKM warga setempat,” jelas Wawali.

Melalui kegiatan seni budaya dan ekonomi tersebut maka keberadaan ruang publik diharapkan mampu menjadi ruh spriritual aktifitas warga dalam bentuk aset tak benda yang memiliki ciri khas dan keunikan wilayah.

Hari Dendi selaku host juga menyampaikan bahwa keberadaan sumbu filosofi dari Tugu hingga Panggung Krapyak bisa menjadi ruang publik terpanjang di dunia.

“Ruang publik di sumbu filosofis hendaknya mampu sebagai wahana ekspresi seni budaya, ruang kreatifitas dan ekonomi, pusat budaya dan sains,” turur Hari.

Hari juga menyampaikan apabila Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan ditutup dan tidak digunakan sebagai ruang publik maka Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kota Yogyakarta hendaknya mampu mencarikan ruang publik penggantinya.

“Kedua tempat diatas merupakan bagian dari ikon Yogyakarta sehingga apabila tidak digunakan sebagai ruang publik maka dimungkinkan sulit mencari penggantinya apalagi bila bicara pada sisi spiritual di dua tempat tersebut,” imbuh Hari.

Hal senada juga disampaikan oleh Prof Sudaryono bahwa mencari lahan seluas Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan dapatlah dilakukan namun untuk menjadi ruang publik yang setara dengan kedua tempat tersebut sangatlah sulit, apalagi bila dilihat dari dimensi jiwa yang menjadi aset tak benda.

“Bagi masyarakat keberadaan Alun-alun tidak hanya dimaknai secara ragawi namun juga jiwa yang terbangun di dalamnya yang telah melekat sebagai brand image,” urai Prof. Sudaryono.

Lebih lanjut Prof. Sudaryono menuturkan bahwa konsep ruang publik di kawasan sumbu filosofi dan kawasan sekitarnya hendaknya merupakan satu kesatuan filosofi, budaya, ekonomi yang mengekspresikan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menanggapi pengembangan kawasan sumbu filosofi dan sekitarnya, Wawali menyatakan komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam upaya pembangunan dan pengembangan kawasan tersebut sebagai bagian dari perwujudan ekspresi keistimewaan Yogyakarta. (ant)