Jalin Kolaborasi KTR, Bangun Kota Sehat di Yogya   

Pemerintah Kota Yogyakarta berkomitmen membangun Kota Yogyakarta tetap menjadi kota yang sehat. Salah satunya dengan melaksanakan peraturan daerah terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Mulai dari instansi Pemkot Yogyakarta lingkungan masyarakat kampung hingga tempat wisata. Untuk mewujudkan kota sehat itu, kuncinya menjalin kolaborasi dengan semua pihak.

Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan dalam upaya membuat Kota Yogyakarta menjadi kota yang sehat, Pemkot Yogyakarta selalu menjalin kolaborasi antar seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Di samping itu memiliki Forum kota Sehat yang mengintegrasikan antar OPD dan rencana aksi daerah untuk membangun kota sehat.  

“Termasuk melibatkan seluruh potensi elemen di Kota Yogyakarta seperti forum Gandeng Gendong yang melibatkan kampung, korporasi, komunitas dan kampus. Termasuk dalam membangun Kota Yogya Tanpa Asap Rokok,” kata Heroe, saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Asosiasi Dinas Kesehatan secara daring, pada Kamis (20/1/2022)

Menurutnya menjadi tantangan luar biasa ketika Pemkot Yogyakarta harus menjalankan Perda KTR. Pelaksanaan KTR itu dimulai dari seluruh instansi Pemkot Yogyakarta menjadi KTR,  mendorong kampung- kampung deklarasi tanpa rokok dan menetapkan Malioboro sebagai KTR. Hal itu diakuinya tidak mudah karena harus menghadapi tantangan dari para perokok dan wisatawan.

“Harus ada tempat merokok. Tidak boleh merokok di lingkungan perkantoran, area pendidikan, area publik. Bahkan tantangan lebih berat menjadikan Malioboro sebagai KTR. Tentu menjadi persoalan tidak mudah karena di sana para wisatawan datang,” paparnya.

Heroe menyatakan untuk mewujudkan KTR di Malioboro melibatkan semua pihak. Misalnya mengedukasi para pelaku di Malioboro seperti pedagang yang diharapkan juga bisa mengingatkan pengunjung untuk tidak merokok sembarangan di Malioboro. Di samping itu menerjunkan petugas keamanan Malioboro atau Jogoboro untuk mengingatkan wisatawan yang merokok sembarang tempat di Malioboro. Tempat merokok telah disediakan di kawasan Malioboro.

“Kalau ada yang merokok (sembarangan) di Malioboro pasti akan diminta oleh Jogoboro untuk mematikan rokok. Otomatis perlu penjagaan yang berkelanjutan dan itu melibatkan seluruh OPD dan masyarakat. Oleh karena itu kami dalam membangun kota Yogyakarta betul- betul menjadi kota yang sehat maka buat semua orang terlibat,” jelas Heroe.

Pihaknya menyampaikan tidak mudah saat mendorong kampung- kampung mendeklarasikan diri sebagai kampung tanpa rokok. Heroe menuturkan awalnya warga banyak yang tidak paham dan menganggap KTR berarti tidak boleh merokok. Padahal yang diminta di kampung- kampung tidak merokok sembarangan. Misalnya ada kesepakatan warga tidak merokok di dalam rumah dan dalam pertemuan warga, di dekat anak- anak serta ibu hamil. Para perokok disediakan tempat merokok di sudut- sudut kampung masing- masing yang ditentukan masyarakat sendiri.

“Untuk merumuskan itu tentu mendapat tantangan dari para perokok. Tapi para perokok yang juga orang tua juga memaklumi agar anak- anaknya tidak menghisap asap rokok. Jadi (KTR) tidak hanya di ikon- ikon seperti Malioboro dan Balai Kota  tapi seluruh masyarakat juga menjalankan kota yang sehat,” imbuhnya.

Heroe menilai mewujudkan kota sehat di daerah wisata menjadi tantangan lebih berat. Terutama di masa pandemi Covid-19. Oleh sebab itu harus membuat standarisasi agar destinasi wisata tetap melaksanakan protokol kesehatan. Pihaknya menegaskan Pemkot Yogyakarta memiliki tekad dengan kondisi saat ini mobilitas tinggi harus disikapi bersama dengan kemampuan daya tahan dan menjaga kesehatan seluruh warga Kota Yogyakarta. (Tri)