Melalui Teras Malioboro PKL Bisa Jadi Trade Mark

Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia yang memiliki ragam keunikan. Salah satu yang menarik dan menjadi ikon adalah Malioboro. Kawasan Malioboro, menjadi bagian dari sumbu filosofis Yogyakarta, yang menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Selatan (Samudera Hindia). Saat ini sedang diajukan ke UNESCO sebagai menjadi Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage).

Dalam perkembangannya seiiring dengan keberadaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) maka wajah Malioboro pun dipercantik menjadi pedestrian. Dengan wajah baru Malioboro, para wisatawan dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan keindahan eksotis Malioboro. Sebagai kawasan pedestrian maka keberadaan para PKL yang merupakan salah satu aset Malioboro perlu ditata dalam sebuah Teras Malioboro. 

Pada Rabu (26/1) dilaksanakan Wilujengan Teras Malioboro yang dipimpin oleh Asisten Umum Setda Kota Yogyakarta, Kris Sutejo di Teras 2 Malioboro (Eks Dinas Pariwisata DIY). Hadir dalam acara tersebut, para pimpinan OPD dan Muspika. Wilujengan ditandai dengan pemotongan tumpeng. 

Dalam sambutannya dikatakan bahwa penataan lokasi PKL Malioboro merupakan bagian dari penguatan ekonomi masyarakat yang sekaligus penguatan daya dukung kawasan Malioboro. Hal ini bisa dilihat dari letak usaha PKL yang digeser ke Eks Bioskop Indra yang dinamai Teras 1 Malioboro dan Eks Gedung Dinas Pariwisata DIY yang dinamai Teras 2 Malioboro.

“Teras Malioboro merupakan upaya untuk menyediakan ruang khusus, ruang usaha yang legal dan representatif untuk aktivitas jual beli PKL Malioboro yang dilengkapi dengan sarana prasarana pendukungnya agar memberikan rasa nyaman bagi wisatawan PKL dan masyarakat,” kata Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam sambutan tertulis Wilujengan Teras Malioboro yang dibacakan Asisten Umum Setda Kota Yogyakarta.

Pemkot Yogyakarta dan Pemda DIY bekerja sama dalam melakukan penataan, sehingga Kawasan Malioboro sebagai kawasan perdagangan dan pariwisata, dapat lebih cantik, lebih rapi, tertata dan bersih; dengan mengembalikan fungsi pedestrian untuk didedikasikan bagi kenyamanan pejalan kaki, serta pengunjung wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta. Terutama juga bagi kaum difabel, agar dapat merasakan berjalan kaki dengan aman, nyaman serta ramah lingkungan

“Sebagai salah satu destinasi utama wisata di Kota Jogja, kiranya penataan yang dilaksanakan ini tidak akan menghilangkan ciri khas dari Malioboro itu sendiri, yaitu keramahan, keunikan, serta beragam keindahan berbagai kerajinan dan kuliner yang dijajakan oleh pedagang,” jelas Kris Sutejo.

Diharapkan, melalui penataan tersebut agar para PKL menjadi nyaman, aman, dan instagrammable, dapat “naik kelas” menjadi trade mark daya tarik utama pengunjung agar akan datang kembali dan kembali lagi mengunjungi Yogyakarta, bersama keluarga, rekan dan handai taulan. (ant)