Nyadran dan Apeman Tradisi Masyarakat Jelang Puasa

Ruwahan merupakan tradisi dalam menyambut bulan puasa dengan memanjatkan puja dan puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Ruwahan yang berasal dari kata Ruwah yang merupakan nama bulan bulan ke 8 dalam penanggalan Jawa karya Sultan Agung.

Ruwah juga berasal dari bahasa Arab ruh (jamak arwah) yang berarti jiwa atau roh. Sehingga di bulan Ruwah orang Jawa menandainya dengan kegiatan mengingat kematian melalui ziarah kubur dan mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia.

Ziarah pada bulan Ruwah juga disebut nyadran yang memiliki makna dan filosofi tentang keimanan pada Tuhan, agar dalam hidup ini mereka yang tengah hidup di dunia tetap mengingat tentang asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yang secara biologis adalah dengan cara menghormati dan mendoakan leluhur atau nenek moyang yang menurunkan (melahirkan) kita.

Hal itu disampaikan oleh abdi dalem Kraton Yogyakarta yang juga Ketua Pokdarwis Kelurahan Kadipaten RM Rahadyan Chandra Ismaya pada Senin (14/3) di nDalem Kaneman, Kraton Yogyakarta.

“Nyadran dalam Islam juga mengingatkan kita pada kematian. Dengan mengingat kematian, maka tindak-tanduk kita akan lebih terarah, kehidupan kita semakin dekat dengan Allah Ta’ala. Kita tidak berani untuk melakukan hal-hal yang dimurkai-Nya,” kata Chandra.

Selain nyadran Chandra juga menyampaikan tentang tradisi apeman dimana masyarakat memasak makanan berupa ketan, kolak dan apem yang kemudian disedekahkan dengan cara dibagikan ke tetangga dalam satu lingkungan. Sedekah atau saling berbagi ini selain mengukuhkan tali persaudaraan juga membangun rasa kebersamaan antar warga.

Apeman bisa dilakukan secara pribadi oleh masing-masing keluarga dan bisa juga secara kolektif dengan bergotong royong se-kampung membuat apem secara bersama-sama.

Ketan yang berasal dari kata  Khotan dalam bahasa Arab, bermakna kesalahan. Sehingga adanya  ketan dalam apeman mengisyaratkan makna permohonan maaf keluarga atas kesalahan para leluhurnya. Selain itu ketan yang lengket merupakan simbol eratnya tali silaturahmi.

Kolak berasal dari khologo dalam bahasa Arab dan dari kata tersebut terbentuk kata kholiq atau khaliq. Sehingga kolak  memiliki makna agar didekatkan pada Sang Khaliq. Harapan yang sama juga dimohonkan untuk para leluhur. Kolak yang manis dan bersantan, maksudnya mengajak persaudaraan bisa lebih dewasa dan barokah.

Sedangkan apem berasal Affum atau Alwan dalam bahasa Arab , yang berarti permintaan maaf baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga yang meninggal. Serta kebulatan tekad untuk memohon perlindungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Implementasi apeman merujuk pada hikmah “penyiapan mental sebelum menempuh puasa di bulan Ramadan”, di mana kita diajarkan untuk saling bersedekah. Tradisi ini mengajarkan masyarakatnya untuk selalu berbagi dengan apa yang dimilikinya, mempererat tali silaturrahim, serta memberikan pelajaran indahnya kebersamaan dan kerukunan hidup.

Chandra juga menyampaikan bahwa Sabtu (12/3) Kelurahan Kadipaten menggelar Festival Pisungsung Ruwahan Kadipaten ke VIII. Dalam kegiatan itu setiap kampung membuat apeman yang penilaiannya dilakukan dari mulai masak hingga penyajian dan mengirimkan kesenian untuk meramaikan kegiatan itu. Hasil penilaian apeman dan kesenian dipadukan untuk menentukan kejuaraannya. (ant)