Peraturan Layanan Telemedicine Harus Diperjelas   

Pemerintah Kota Yogyakarta menerima kunjungan Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) untuk menjaring masukan tentang layanan telemedicine. Hal yang menjadi perhatian terkait peraturan layanan telemedicine yang dinilai perlu diperjelas. Termasuk pengawasan penyelenggaraan telemedicine untuk perlindungan masyarakat.

Menurut Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi harus ada aturan-aturan yang lebih detail terkait siapa yang berhak menyelenggarakan telemedicine dan pengawasannya. Termasuk dari sisi sumber daya manusia yang terlibat di layanan telemedicine harus memenuhi persyaratan seperti dokter yang akan buka praktik seperti sertifikasi dan lainnya. Seperti rumah sakit atau klinik juga harus melengkapi persyaratan.

“Telemedicine dari sisi normatifnya, memang harus terpenuhi semuanya. Perizinan, lingkup wilayah, wilayah layanannya dan persyaratan-persyaratannya. Seperti halnya dokter buka praktik harus ngapain dan klinik maupun rumah sakit untuk bisa menyelenggarakan kegiatannya,” kata Heroe ditemui usai diskusi terbatas dengan BPKN RI di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (22/3/2022).

Heroe menyatakan aturan-aturan terkait layanan telemedicine harus dibuat supaya masyarakat yang sekarang ini banyak menggunakan dunia online untuk konsultasi atau mencari informasi mendapatkan informasi yang benar. Mengingat dengan teknologi layanan konsultasi melalui online dapat dijawab oleh mesin aplikasi. Pihaknya khawatir layanan telemedicine dengan jawaban tertulis dijawab oleh mesin aplikasi. Di samping itu diakuinya ada kendala identifikasi orang dan akun di dunia internet.

“Apalagi menyangkut kesehatan, jangan sampai ada informasi-informasi yang diberikan oleh orang atau lembaga yang tidak punya hak dan tidak punya kredibilitas untuk memberikan layanan-layanan konsultasi kesehatan. Ini dalam rangka perlindungan masyarakat, supaya masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan bisa menyelesaikan persoalan kesehatannya,” jelasnya.

Heroe menyebut di Kota Yogyakarta belum ada layanan telemedicine secara langsung. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan, lanjutnya, layanan telemedicine yang dilakukan adalah tambahan ekstra layanan atau layanan lanjutan. Dengan demikian pasien harus datang dulu ke dokter atau rumah sakit dan puskesmas, kemudian konsultasi lewat telemedicine.

“Jadi artinya data rekam medis warga sudah masuk dalam sistem pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta. Yang akan memberikan layanan juga sudah pasti dari puskesmas atau rumah sakit itu sudah ada,” tambah Heroe.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani mengatakan untuk layanan telemedicine untuk pasien belum ada di Kota Yogyakarta. Di Kota Yogyakarta ada layanan telemedicine antar fasilitas layanan kesehatan di Puskesmas Tegalrejo sebagai uji coba dari kementerian. “Untuk yang pasien belum ada di Kota Yogyakarta khususnya di pemerintahan. Karena memang aturannya masih belum ada yang mengatur,” imbuh Emma.

Sementara itu Komisioner BPKN RI, Slamet Riyadi menyampaikan kedatangan BPKN RI ke Yogyakarta untuk mengambil masukan terkait perlindungan konsumen dalam layanan telemedicine. Adapun ruang lingkup analisis kegiatan adalah mengidentifikasi dasar hukum dari penyelenggaraan pelayanan telemedicine, mengidentifikasi efektivitas  telemedicine terkait keselamatan pasien, pemberian resep online, pelaksanaan layanan telemedicine dalam hal jika pasien mengalami kerugian misalnya salah resep serta keamanan dan kerahasiaan data pasien.

“Di masa pandemi banyak masyarakat berobat menggunakan layanan telemedicine. Itu ada dampak baik dan buruknya. Kami BPKN ingin melihat ada perlindungan konsumen di sana. Fitur chat dari dokter (telemedicine) harus disikapi dengan bijak. Yang ditakutkan dalam layanan telemedicine ada bukan dokter tapi mengaku dokter dalam aplikasi,” terang Slamet.(Tri)