Ada Kemurahan Hati Yogya di Gulai Sapi Pak Samin

Kota Yogyakarta menyimpan banyak warung kuliner legendaris yang masih bertahan sampai sekarang. Salah satunya Gulai Sapi Pak Samin yang dulu berjualan di sekitar simpang empat Tugu Yogyakarta sejak tahun 1968. Tak hanya legendaris, pada sepiring nasi gulai campur Pak Samin tersimpan kemurahan hati orang Yogya.

“Awal mulanya, dulu bapak ibu jualannya di dekat perempatan Tugu. Awalnya jualan nasi rames dan pecel juga untuk menyediakan orang-orang pasar. Lalu mulai berjualan gulai sapi saja, sekitar tahun 1990,” kata Ning Purwany generasi kedua yang berjualan Gulai Sapi Pak Samin, belum lama ini.

Mendekati akhir tahun 2020, Warung Gulai Sapi Pak Samin berpindah menempati kios di Jalan Tentara Pelajar di seberang SMPN 12 Yogyakarta. Warung itu berjualan sejak pukul 13.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB. Meskipun berpindah tempat, kuliner legendaris itu tetap dicari sebagian para pelanggan setianya. Ning menjadi generasi kedua menjual gulai sapi karena Pak Samin telah meninggal dunia.

“Saya meneruskan usaha orang tua. Intinya meneruskan yang dilakukan bapak, sama pelanggan baik ya baik. Sama pelanggan ramah ya ramah,” imbuhnya.

Berbeda dengan gulai sapi atau kambing lainnya yang disajikan dengan kuah kental. Gulai Sapi Pak Samin memiliki ciri khas sebagai gulai segar karena tidak menggunakan kuah santan kental. Irisan-irisan daging sapi yang empuk disiram dengan kuah gulai encer sehingga terasa segar seperti soto. Walaupun tidak menyajikan kuah kental, tapi tidak meninggalkan aroma dan rasa gulai. Gulai Sapi Pak Samin disajikan panas ditambah irisan kubis dan cabai atau sambal bagi penyuka pedas.

“Dulu bapak itu penginnya seperti soto, tapi ada kuah santannya. Tidak model gulai lainnya. Istilahnya gulai segar,” ujar Ning warga Warungboto Umbulharjo itu.

Ning menuturkan untuk menghasilkan gulai sapi berkuah ringan, tidak memakai air rebusan daging sapi yang di awal mengandung minyak atau lemak. Daging yang telah direbus, airnya dibuang lalu direbus lagi kemudian dimasak dengan bumbu gulai. Dengan cara itu kuah gulai yang dihasilkan tidak berminyak atau mengandung lemak. Proses memasak gulai sapi tersebut masih dilakukan oleh Suharni, istri Pak Samin di rumahnya di Gondolayu, sehingga masih mempertahankan resep dan cara memasaknya.

“Proses meracik bumbu dan memasak masih ibu. Termasuk berbelanja. Saya tinggal mematangkan dan melayani penjualan. Sejak ada virus corona, ibu tidak ikut jualan di warung,” paparnya.

Dia menyampaikan Pak Samin memilih daging sapi sebagai bahan baku gulai karena mempertimbangkan selera pasar. Itu karena sebagian orang tidak suka maupun tidak boleh mengonsumsi daging kambing karena faktor kesehatan. Ning menyebut saat masih berjualan di utara simpang empat Tugu Yogyakarta, dalam sehari bisa memasak sekitar 10 kilogram daging sapi. Kini setelah berpindah lokasi dan kondisi pandemi Covid-19, dalam sehari hanya memasak berkisar 3 sampai 5 kilogram daging sapi.

Ciri khas lainnya dari Gulai Sapi Pak Samin adalah harganya yang ramah di kantong. Satu porsi nasi gulai campur hanya dibanderol Rp 12.000 dan nasi gulai pisah Rp 15.000. Diakuinya dengan harga itu tidak mendapatkan untung banyak dari gulai sapi. Keuntungan terbantu dari penjualan minuman. Harga gulai sapi itu dijual murah karena kebanyakan pelanggan adalah pelajar dan mahasiswa. Kemurahan hati Pak Samin pada sepiring nasi gulai campur itu diteruskan Ning sampai sekarang.

“Karena sejak dulu pelanggannya kebanyakan mahasiswa, pelajar dan orang-orang yang nongkrong. Jadi dibuat harga hemat, harga pelajar. Untungnya saudara ini. Yang penting bisa buat makan. Untungnya terbantu dari penjualan minuman,” ucap Ning sambil tersenyum. (Tri)