Masjid Rotowijayan Saksi Sejarah Perjuangan Kraton Hadapi Penjajah

Masjid di Yogyakarta bukan hanya sekadar tempat ibadah melainkan memiliki catatan penting tersendiri dalam sebuah sejarah. Salah satunya Masjid Rotowijayan atau juga dikenal dengan sebutan Masjid Keben merupakan salah satu dari masjid milik Kraton Yogyakarta yang terletak di depan pintu masuk gerbang Kemandungan Lor (Keben) di Rotowijayan Kadipaten Kraton Yogyakarta.

Masjid ini dibangun pada 2 April 1792 semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II dalam rangka memperingati jumenengan dalem Sri Sultan Hamengkubuwono II dengan nama Masjid Soronoto atau Suranata. Suronata adalah abdi dalem yang mengurusi dan merawat masjid di lingkungan Kraton Yogyakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1826, masjid ini digunakan untuk menyemayamkan jenazah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Mangkudiningrat yang merupakan putra kesayangan Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Dalam komplek masjid ini juga terdapat makam Kiai Driyoijoyo seorang abdi dalem yang bertugas memayungi KGPA Mangkudiningrat. Hal ini disampaikan oleh Dwi Priyono Pengurus Takmir Masjid Rotowijayan yang ditemui seusai jamaah sholat ashar di masjid tersebut, beberapa waktu lalu. "Yang tak kalah menarik, Masjid Rotowijayan ini juga merupakan saksi sejarah tertembaknya bahu komandan pasukan Inggris Kolonel Galapsy dalam peristiwa yang dikenal dengan Geger Spey atau Perang Inggris melawan Sri Sultan Hamengku Buwono II," jelasnya.

Dwi juga bercerita bahwa di barat bangunan masjid juga terdapat tugu jam yang dikenal dengan istilah Ngejaman. Tugu jam tersebut merupakan persembahan masyarakat untuk Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang bisa dilihat dari prasasti dibawahnya yang bertuliskan “persembahan dari paguyuban para pegawai pemerintahan dan masayarakat Tionghoa yang bertempat tinggal di wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat dalam rangka memperingati penobatan Sri Sultan HB VIII tepat dua windu pada hari Senin Wage Tanggal 29 Bulan Jumadilawal Tahun Alip 1867 atau 17 Agustus 1936.”

Tak hanya itu, di sebelah Tugu Jam tersebut juga terdapat Tetenger Serangan Umum 1 Maret 1949 yang merupakan penghormatan dan penghargaan Pemerintah Indonesia atas kiprah dan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Kini, dalam kesehariaannya Masjid Rotowijayan aktif digunakan untuk kegiatan keagamaan seperti ibadah salat, pengajian, TPA, pengumpulan dan pembagian zakat serta pemotongan hewan qurban. Jamaah masjid adalah warga RW 11 hingga 15 Kelurahan Kadipaten, abdi dalem Kraton  dan pelaku pariwisata di seputaran Kraton seperti pedagang, wisatawan, kru angkutan dan pramuwisata.

Abdi Dalem Kraton Yogyakarta Mas Bekel Joyo Laksono menceritakan bahwa ia bersama rekannya secara rutin melakukan salat di Masjid Rotowijayan pada saat sedang tugas piket. "Salat di Masjid Rotowijayan selain dekat jaraknya juga nyaman menentramkan hati sehingga membuat ibadah jadi makin khusyuk," ujarnya. (ant)