Rumah Kompos Nitikan Percontohan Pengelolaan Sampah

Pemerintah Kota Yogyakarta telah berupaya mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sejak lama. Salah satunya dengan mengelola sampah organik menjadi kompos melalui Rumah Kompos yang diampu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Nitikan. Cara itu terbukti bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.

Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko menyebut sebelum ada pemilihan dan pengolahan sampah organik menjadi kompos volume sampah di TPST Nitikan mencapai sekitar 20 ton/hari. Setelah dilakukan pemilihan dan pengolahan sampah organik volume sampah berkurang menjadi sekitar 15 ton/hari.

“Pemilihan sampah organik seperti dari pemangkasan pohon-pohon perindang di Kota Yogya dan dari masyarakat. Sampah organik yang dipilah itu diolah menjadi kompos,” kata Haryoko, Selasa (10/5/2022).

Selain mengelola sampah organik menjadi kompos di Rumah Kompos, dia menyampaikan keberadaan TPST Nitikan menjadi laboratorium percontohan pengelolaan sampah bagi masyarakat. Terutama terkait teknis pengolahan sampah organik menjadi kompos maupun untuk budidaya maggot. Masyarakat dapat memilih teknis pengelolaannya sesuai karakter masing-masing wilayah.

Haryoko menyatakan sekitar 60 persen sampah organik dari rumah tangga belum diolah dan dibuang ke TPA Piyungan. Untuk mengurangi itu, Pemkot Yogyakarta akan mengembangkan pengelolaan sampah organik di tiap kelurahan. Setiap kelurahan akan mendapatkan bantuan untuk mendukung pengelolaan sampah organik. Bank sampah yang sehat dan baik di wilayah akan menjadi ketua untuk pengelolaan.

“Kami bersama Bappeda mulai tahun 2023 akan ada pengolahan sampah organik di masing-masing kelurahan. Kami akan menyasar ke bank-bank sampah di wilayah agar sampah organik juga diolah, sehingga bisa zero sampah di masing-masing wilayah,” terangnya.

Menurut Kepala DLH Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto pemilahan sampah  organik dan non organik di TPST Nitikan hanya skala kecil. Terutama jika dibandingkan dengan total volume sampah di Kota Yogyakarta yang mencapai sekitar 370 ton/hari. Untuk itu diperlukan peran dari masyarakat untuk mengelola sampah. Selama ini volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan sekitar 260 ton karena bisa berkurang dari pemulung dan bank sampah.

“Sampah non organik seperti botol-botol dan kertas bisa terkurangi sekitar 19 persen di pemulung dan dua persen dari bank sampah. Dalam kondisi seperti ini harus mengaktifkan semua bank sampah dan masyarakat untuk memilah sampah,” tambah Sugeng.

Sementara itu Koordinator TPST Nitikan, Klimin menjelaskan produksi kompos di Rumah Kompos TPST Nitikan sekitar 300 karung/bulan. Setiap karung berisi sekitar 35 kg kompos, sehingga sebulan bisa menghasilkan sekitar 10 ton kompos. Proses produksi kompos menggunakan mesin-mesin penggiling dan bak-bak penampungan berukuran 3x 1,5 meter untuk fermentasi. Satu bak penampungan bisa menampung sekitar 1 ton kompos. Butuh waktu sekitar minimal 3 sampai 4 minggu untuk masa fermentasi.

“Sampah daun dimasukan ke penggilingan untuk menghancurkan daun. Kemudian disiram air agar lembab kondisinya lalu masuk ke fermentasi. Dalam kotak penampungan setiap ketebalan 20 cm ditaburi pemacu agar daun cepat lapuk. Pemacunya ada katul, kapur dolomit, garam krasak, dan aktivator,” jelas Klimin.

Setelah melalui proses fermentasi, kompos yang masih kasar akan digiling sampai halus. Hasil kompos dari Rumah Kompos TPST Nitikan diberikan secara gratis kepada masyarakat Yogyakarta melalui kelompok seperti kelompok tani, PKK maupun RT/RW untuk membantu kegiatan tanam masyarakat.(Tri)