Pemkot Jaring Masukan Penataan Seni Budaya Malioboro   

Pemerintah Kota Yogyakarta sedang menyiapkan penataan seni budaya di kawasan Malioboro. Melalui Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta bersama Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta mengadakan focus group discussion (FGD) untuk menjaring masukan terkait penataan seni budaya di kawasan Malioboro.

Penjabat Walikota Yogyakarta Sumadi mengatakan salah satu amanah Gubernur kepada penjabat walikota adalah ada sinergitas antara Pemda DIY dengan Pemkot Yogyakarta terkait dengan pengajuan usulan sumbu filosofis di kawasan Malioboro. Untuk itu pihaknya berharap melalui FGD itu bisa memberikan masukan dan ide-ide pemikiran terkait penataan seni budaya di Malioboro sebagai kawasan sumbu filosofis.

“Artinya di sana (Malioboro) tidak hanya sebagai secara filosofis mempunyai makna sangkan paraning dumadi, dari Panggung Krapyak, Plengkung Gading, Kraton, alun-alun, Pangurakan sampai Tugu Pal Putih. Tapi di sana (Malioboro) nanti bisa menimbulkan bangkitan-bangkitan seni tradisi,” kata Sumadi dalam FGD penataan seni budaya Malioboro, di Hotel Horison Lynn, Rabu (8/6/2022).

Menurutnya penataan di kawasan Malioboro menjadi tugas bersama pemerintah masyarakat dan komunitas terkait. Malioboro menjadi sentral di Yogyakarta menjadi milik semua masyarakat sehingga diharapkan rasa handarbeni atau memiliki. Dicontohkan kegiatan seni budaya di kawasan Malioboro sudah dimulai beberapa waktu lalu. Adanya bangkitan seni budaya di kawasan Malioboro akan memberikan efek pada kebangkitan ekonomi masyarakat.

“Saya berharap diskusi-diskusi bisa menumbuhkan ide-ide pemikiran yang cerdas dan lugas. Bisa diimplementasikan, tidak ngawang-ngawang. Tapi segera bisa dieksekusi,” paparnya.

Sedangkan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Yogyakarta Aman Yuriadijaya, menyatakan Pemkot Yogyakarta ingin membangun sistem yang seimbang antara aspek ekonomi dan budaya. Dari sisi suasana menonjolkan sisi fisik Malioboro sebagai kawasan cagar budaya berbasis pedestrian. “Dengan demikian ini akan membuka ruang yang cukup besar bagi pengembangan aktivitas tertentu yang menjadi bagian kepentingan budaya,” ujar Aman.

Dia menilai dalam pengelolaan penataan seni budaya di Malioboro perlu ada standar teknis. Pengelolaan bersifat terpadu antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Salah satunya unsur kuratorial dalam penataan seni budaya agar menjamin mutu.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti menjelaskan dalam penataan seni budaya di kawasan Malioboro ada hal-hal yang menjadi pertimbangan. Misalnya terkait zonasi titik-titik mana yang bisa digunakan untuk tempat pertunjukan, jenis-jenis pertunjukan dan siapa yang bisa tampil di Malioboro. Termasuk rekomendasi perizinan mengadakan kegiatan.

“Terkait kuratorial jenis-jenis pertunjukan seperti apa yang bisa dilakukan atau dipentaskan di Malioboro. Perlu sebuah standar operasional prosedur dan apakah perlu buat tim kurator. Apakah yang tampil harus profesional, pemula atau seperti apa,”

Menanggapi hal itu Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta Ki Priyo Dwiarso menuturkan di kawasan Malioboro banyak pihak yang berkepentingan seperti pedagang. Untuk itu pihaknya sepakat untuk mewujudkan rasa handarbeni Malioboro. Salah satunya dengan melibatkan unsur-unsur di Malioboro seperti pedagang bisa diajak untuk flashmob menari bersama maupun membuat pasukan bregada komunitas Malioboro.

“Malioboro karena dilewati sumbu filosofi maka wajah Kota Yogya banyak ditentukan bagaimana Malioboro ini. Kalau pentas-pentas seni budaya yang diutamakan seni tradisi atau seni khas DIY. Ada ketoprak, wayang kulit, campur sari, seni tradisi lainya. Utamakan yang khas DIY karena ini menentukan wajah DIY. Ini menjadi tantangan kita bersama untuk curah pendapat,” pungkas Ki Priyo. (Tri)