FGD Pemahaman Fiktif Positif dalam Berikan Layanan Masyarakat

Sebagai salah satu penyelenggara pemerintahan, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui aparatur-aparaturnya dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan serta patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk mewujudkan hal tersebut Pemkot melalui Bagian Hukum Setda Kota Yogya menggelar Focus Group Discussion (FGD) pemahaman Fiktif Positif.

Acara yang diikuti seluruh Kepala Perangkat Daerah di lingkup Pemkot ini digelar di KJ Hotel, Rabu (29/6/2022).

Analis Hukum Ahli Muda, Bagian Hukum Setda Kota Yogya, Saverius Vanny Noviandry mengatakan tujuan acara tersebut agar aparatur di Pemkot Yogya memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan Fiktif Positif.

"Sehingga dapat melakukan pensikapan yang tepat manakala menjumpai atau menghadapi situasi yang berhubungan dengan Fiktif Positif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," bebernya.

Ia menjelaskan hal ini merupakan konsekuensi dari perwujudan negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 serta penerapan asas legalitas dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"UU ini yang menjadi spirit dalam penyelenggaraan pemerintahan, yakni bahwa penyelenggaraan administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan tindakan yang dibuat oleh pejabat pemerintahan," bebernya.

Pihaknya menjelaskan dalam pasal 53 UU AP mengatur bahwa batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan melakukan keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban, maka pejabat pemerintahan wajib melakukan keputusan dalam waktu paling lama 10 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh pejabat pemerintahan," bebernya

Apabila dalam batas waktu 10 hari kerja tersebut, lanjutnya, pejabat pemerintahan tidak menetapkan keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.

"Selanjutnya, agar permohonan dapat dilaksanakan, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan," katanya.

Diistilahkan Fiktif karena secara faktual pemerintah tidak mengeluarkan keputusan tertulis, namun dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis.

"Sedangkan istilah Positif karena isi keputusan itu dipersamakan dengan 'mengabulkan' terhadap suatu permohonan," ungkapnya.

Sementara itu Sekda Kota Yogya, Aman Yuriadijaya menyambut baik acara tersebut, menurutnya hal-hal terkait Fiktif Positif, termasuk dinamika dalam pengaturannya penting untuk dipahami oleh aparatur pemerintahan.

"Karena merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang harus dijalankan, selaras asas legalitas yang diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan," ungkapnya. (Han)