Hari Anak Nasional, Sudahkah Hak Anak Kota Yogya Terpenuhi di Sekolah?

Setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Melansir Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), tema HAN tahun 2022 adalah "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Tema tersebut diambil sebagai motivasi dalam mendorong berbagai pihak untuk memberikan kepedulian langsung serta memastikan pemenuhan dan perlindungan hak anak pasca pandemi Covid-19.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014, salah satu hak anak yang harus dipenuhi adalah hak memperoleh pendidikan dan perlindungan di satuan pendidikan. Sekolah adalah lembaga pertama yang punya peranan penting dalam pemenuhan hak anak perihal pendidikan. Sepertiga kehidupan anak atau delapan jam dalam sehari akan dihabiskan di sekolah. Inilah kenapa sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak.

Pada mulanya Sekolah Ramah Anak atau SRA merupakan inisiasi dari Kemen PPPA dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar anak, yang realisasinya diterapkan di sekolah-sekolah seluruh Kota dan Kabupaten di Indonesia. Untuk mendukung pemenuhan hak anak di sekolah, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menerbitkan Perwal Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Sekolah Ramah Anak. Prinsip Sekolah Ramah Anak

Dalam pelaksanaannya SRA merupakan bentuk kerjasama lintas sektor secara menyeluruh dari pemerintah, sekolah, lembaga, dan masyarakat yang mempunyai program berbasis sekolah dalam melindungi hak anak di satuan pendidikan. Dengan berpedoman pada prinsip menjadikan sekolah yang Bersih, Aman, Ramah, Indah, Inklusif, Sehat, Asri, dan Nyaman (BARIISAN) bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak. Didukung sarana dan pra sarana, pengelolaan, serta pembiayaan yang sesuai.

Prinsip Sekolah Ramah Anak

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kota Yogyakarta Budi Santosa Asrori menjelaskan, Sekolah Ramah Anak pelaksanaannya akan berfokus pada langkah dan strategi bagaimana sekolah bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak selama proses pembelajaran.

“Jadi SRA ini adalah bagaimana ketika anak belajar di sekolah merasa aman, nyaman, betah, dan senang dalam mengikuti pembelajaran, serta memastikan tidak ada tekanan fisik maupun psikis yang terjadi baik antar siswa, guru, dan lingkungan sekolah. Kemudian dari segi sarana prasana tidak membahayakan dan benar-benar melindungi anak,” tuturnya (18/7).

Tahapan yang harus dilalui lembaga pendidikan di Kota Yogya untuk menjadi Sekolah Ramah Anak dimulai dari persiapan. Di mana pihak sekolah melakukan sosialisasi kepada seluruh warga sekolah termasuk orang tua untuk bersama-sama membuat komitmen tertulis, membentuk tim SRA, identifikasi potensi, dan melaporkan kepada DP3AP2KB untuk nantiya akan diterbitkan SK dan dibuatkan papan nama SRA.

Kemudian perencanaan, pada tahap ini sekolah menyusun rencana aksi tahunan, merencanakan kesinambungan kebijakan, program dan kegiatan yang sudah ada, dan membuat mekanisme pengaduan ketika terjadi pelanggaran hak anak. Setlah itu di tahap pelaksanaan, sekolah melaksanakan rencana aksi dengan mengoptimalkan semua sumber daya termasuk dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, alumni, dan unsur lainnya serta. Setelahnya akan dilakukan pengembangan, pengawasan, dan evaluasi dalam upaya pemenuhan kategori SRA tertinggi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengatakan, pada prinsipnya SRA mengedepankan pemenuhan dan perlindungan hak anak serta partisipasi anak di sekolah. Termasuk kepada anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan hak pendidikannya di sekolah. Dimulai dengan inisiatif sekolah dari segi komitmen dan pemahaman, baru setelah itu diikuti dengan sarana dan pra sarana yang mendukung.

 “Perlindungan dan pemenuhan hak anak di sekolah merupakan komitmen bersama dari guru, komite, orang tua dan siswa itu sendiri. Di mana setiap pihak ini sudah paham mengenai konvensi hak anak yang meliputi hak kelangsungan hidup, perlindungan, tumbuh kembang, dan hak berpartispasi anak di lingkungan sekolah. Jadi untuk memulainya bukan dari aspek fisik dulu, tapi pemahaman dan komitmen yang kemudian didukung aspek lain,” jelasnya (19/7).

Pemenuhan Hak Anak Kota Yogya di Sekolah

Sejak tahun 2016, Pemkot Yogyakarta berkomitmen untuk membentuk Sekolah Ramah Anak melalui kebijakan, sosialisasi, penguatan kompetensi tenaga pendidik, kerjasama lintas OPD, penyediaan layanan perlindungan hak anak, serta mendukung dan mendampingi lembaga sekolah dalam pelaksanaan, pengembangan, pengawasan, hingga evaluasi SRA dengan bantuan teknis dan anggaran pada pelaksanaannya.

Hingga pertengahan tahun 2022 tercatat sudah ada 451 atau 98 persen sekolah di Kota Yogya, mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan menengah pertama baik negeri maupun swasta sudah menjadi Sekolah Ramah Anak. Salah satunya adalah SMPN 15 Yogyakarta yang sudah berkomiten dan mendeklarasikan diri sebagai Sekolah Ramah Anak di tahun 2016.

Kepala SMPN 15 Yogyakarta Siswanto mengatakan, bahwa dengan berkomitmen menjadi Sekolah Ramah Anak maka sekolah harus menjamin dan memastikan proses pembelajaran berjalan inklusif dan wajib memberikan perlindungan terhadap anak dari diskriminasi dan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun.

“Secara prinsip pelaksanaan SRA ini kami lengkapi sarana pra sana agar anak aman dan nyaman dalam mendapatkan hak pendidikan. Kemudian pembelajaran juga dibuat dengan metode yang inovatif dan mengutamakan partisipasi anak dalam proses pembelajaran. Kompetensi guru juga terus ditingkatkan melalui bimtek maupun worksop. Pada intinya semua yang berpengaruh pada pembelajaran dan kondisi anak selama di sekolah kami upayakan terpenuhi,” tuturnya (20/7).

Dimensi Sekolah Ramah Anak mencakup sekolah berkarakter yang mengajarkan anak tentang pentingnya memiliki karakter positif, budi pekerti, dan cinta tanah air serta memberikan kesempatan dan ruang bagi anak untuk berkreasi dan berprestasi dengan optimal. SMPN 15 Yogyakarta memiliki program pembelajaran Jumat Karakter. Di mana setiap hari Jumat pagi siswa dan guru diberikan waktu untuk berdoa bersama-sama sesuai agama yang dianut di ruang doa yang tersedia. Kemudian siswa bersama guru terlibat secara aktif dalam kegiatan kerja bakti, olahraga, penulisan cerpen, serta kegiatan di luar mata pelajaran lainnya.

Salah satu siswi kelas 8 SMPN 15 Yogyakarta Nisrina Fatima Wijayanti mengungkapkan, hal-hal yang bisa membuatnya nyaman selama proses pembelajaran adalah lingkungan pertemanan yang membaur, guru yang bisa berkomunikasi dengan baik, serta ketersediaan wadah berkreasi untuk siswa.

“Teman-teman di sini asyik dan menyenangkan, terus sekolah ini kan juga termasuk adiwiyata jadi lingkungannya sejuk ada ruang terbuka hijau. Kemudian ada ekstrakulikuler olahraga, musik, tari, kelompok studi yang bisa kami ikuti sesuai minat. Kalau mau konsultasi atau cerita juga kita bisa ke ruang BK. Harapannya ibu bapak guru di sini semakin bisa berkomunikasi dengan lebih baik lagi dengan siswa dan makin kreatif dalam metode pengajarannya,” ungkapnya (20/7). (Jul)