‘Tinemu Resik’ Tambah Bank Sampah di Yogya
Pemerintah Kota Yogyakarta terus mendorong penambahan bank sampah di masyarakat untuk mengurangi volume sampah. Penambahan itu salah satunya yang diinisiasi masyarakat Kampung Cokrodirjan RW 14 Suryatmajan lewat bank sampah Tinemu Resik.
Sekretaris Daerah Pemkot Yogyakarta sekaligus Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya mengapresiasi atas lahirnya Bank Sampah Tinemu Resik di Cokrodirjan, Suryatmajan. Bank sampah Tinemu Resik itu menjadi bank sampah terbaru di Kota Yogyakarta.
“Apa yang dilakukan teman-teman di Cokrodirjan ini saya kira menjadi hal penting. Ini adalah sebuah awal menuju kepada proses selanjutnya. Forum bank sampah akan selalu membersamai,” kata Aman saat peluncuran Bank Sampah Tinemu Resik di Kampung Cokrodirjan, Minggu (24/7/2022).
Pihaknya menegaskan Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta akan semakin membangun komunikasi yang kuat dengan kewilayahan agar bank sampah bisa lebih optimal. Kelurahan dan kemantren diminta bersama-sama mengembangkan bank sampah.
“Kami juga mendorong bank sampah tidak hanya mengelola sampah anorganik. Tapi juga mengelola sampah organik karena mayoritas sampah keluarga adalah sampah organik. Kami juga menunggu kesiapan DLH menyangkut gerakan biopori rumah tangga anggota bank sampah,” tambahnya.
Aman menyatakan forum bank sampah juga akan meningkatkan nilai tambah dari sampah dengan penganekaragaman produk sampah. Termasuk bersama DLH Kota Yogyakarta akan membuat stokis produk hasil pengolahan sampah untuk mengatasi kendala pemasaran. Produk dari hasil pengolahan sampah dari masyarakat bisa ditampilkan bersama forum bank sampah di stokis produk yang akan dipasarkan secara digital.
Sementara itu Kepala DLH Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto menyebut ada 618 bank sampah di Kota Yogyakarta dan bertambah dengan Bank Sampah Tinemu Resik menjadi 619 bank sampah. Serapan pengelolaan sampah di bank sampah juga didorong meningkat dengan mengelola sampah anorganik dan organik.
“Target kami semua RW memiliki bank sampah. Kami berupaya untuk lebih meningkatkan pengelolaan sampah di hulunya, terutama yang organik. Kami akan mendorong anggota bank sampah membuat biopori karena itu yang paling mudah, biaya ringan dan pemeliharaan gampang. Gerakan ini harus menyeluruh,” terang Sugeng.
Sedangkan Ketua Bank Sampah Tinemu Resik Cokrodirjan, Agustina Adirizeta mengatakan, bank sampah itu berdiri karena termotivasi dengan wilayah RW lain yang sudah memiliki bank sampah. Di samping itu untuk mengatasi kesulitan warga membuang sampah saat TPA Piyungan tutup.
“Sebenarnya kita pernah jalan tapi terkendala tidak punya tempat untuk transit pengumpulan sampah. Kami vakum sekitar enam tahun. Sekarang kita sudah ada kerja sama dengan pelapak dan bisa kita telpon untuk mengambil sampah,” tutur Agustina.
Bank Sampah Tinemu Resik menggunakan lahan di bawah Jembatan Juminahan untuk menimbang sampah yang dikumpulkan masyarakat. Agustina menyampaikan setelah mendapat sosialisasi dan pelapak bersedia menerima semua sampah, warga menjadi giat memilah dan mengumpulkan sampah ke bank sampah. Dia menyebut sekali pengambilan sampah oleh pelapak sekitar 10-20 kilogram sampah di antaranya berupa kardus, botol plastik dan kemasan produk berbahan plastik.
“Hasilnya masih ditabung dulu. Nanti kalau umpamanya sudah terkumpul banyak, kita serahkan ke nasabah atau dikelola biasanya ada simpan pinjam atau untuk piknik,” pungkasnya.(Tri)