Berkah Sampah Jadi Rupiah (seri1)

 

 

Masih ingat tempat pembuangan sementara (TPS) di beberapa jalan di Kota Yogyakarta penuh dengan sampah? Berhari-hari sampah menumpuk dan menimbulkan bau karena Tempat Pembuangan Akhir di Piyungan tutup. Pengelolaan sampah harus menjadi tanggung jawab bersama agar kejadian itu tidak terulang. Sampah-sampah yang dikelola dengan sungguh-sungguh bisa bermanfaat dan bernilai rupiah.

Kini masyarakat Kota Yogyakarta kembali menggiatkan pengelolaan sampah secara mandiri. Mulai dari pengelolaan sampah mandiri di lingkup kampung sampai di pasar tradisional. Misalnya Endang Rohjiani warga RT 61 RW 01 Kricak secara mandiri memanfaatkan sampah organik rumah tangga untuk pakan maggot yang bernilai ekonomi. Terletak di Jalan Jambon Jatimulyo RT 61 RW 01 Kelurahan Kricak Kemantren Tegalrejo Kota Yogyakarta Endang membudidayakan maggot selama setahun ini dengan nama Kandang Maggot Jogja. 

Maggot adalah larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens dalam bahasa Latin. Maggot ini biasanya untuk pakan ikan dan unggas. Dalam membudidayakan maggot dibutuhkan pakan dari sampah-sampah organik makanan sisa seperti sayuran, buah-buahan, telur dan lainnya. 

“Kenapa hadir kandang maggot Jogja? Berangkat dari satu keprihatinan Kota Yogyakarta, kita tahu TPA Piyungan sudah sangat overload. Ketika TPA overload yang jadi korban selanjutnya sungai. Dari situ sebenarnya kami mencoba ikut menjawab setidaknya apa yang bisa kita lakukan. Itulah kenapa kita memilih membuat pengelolaan sampah dengan biokonversi maggot BSF,” terang Endang ditemui di Kandang Maggot Jogja, Selasa (2/8/2022). 

Menurutnya maggot BSF ini adalah pengurai sampah tercepat. Dicontohkan jika ada sepuluh ribu maggot mereka dapat mengurai sebanyak 2 kilogram sampah organik hanya dengan memakan waktu 24 jam. Maggot juga memiliki kandungan protein yang tinggi yakni hampir 51 persen tubuhnya. 

“Ini menjadi sangat menarik, ketika kita mencoba menyelesaikan persoalan sampah. Tapi kita juga mendapat hasil dari penguraian sampah, hasilnya maggot bisa untuk pakan ternak, ikan, unggas. Keringnya (maggot) bisa untuk kucing dan ayam,” tambah Endang yang juga penggiat Sungai Winongo.

Tahapan budidaya maggot ini dimulai dari BSF jantan dan betina kawin. Setelah itu selang 2 sampai 3 hari bertelur. Telur BSF ini bisa mencapai 500 sampai 900 telur. Penetasan telur butuh waktu 3 sampai 4 hari lamanya. Kemudian menjadi bayi larva yang kurang dari 1 mm dan hampir tidak terlihat. Jika usia bayi larva sudah 21 hari menjadi larva dewasa dengan warna putih kecoklatan. Endang mengatakan bayi larva yang berumur 7 hari lalu disebar ke media sampah. Setelah 2 minggu ditebar atau usia 21 hari sudah bisa panen maggot. 

Pengolahan maggot bekerja sama dengan masyarakat. Jadi masyarakat memilah sampah organik dan disetorkan ke Kandang Maggot. Selama ini sampah organik yang digunakan hasil pengumpulan sampah baru di dua RW di Kricak RW 1 sebanyak 10 ember dan RW 2 ada 13 ember. Untuk itu pihaknya berkoordinasi dengan kelurahan untuk mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan. 

“Yang kami dorong ini seperti bank sampah organik. Masyarakat mengumpulkan sampah organik dan kita hargai satu kilogram 150 rupiah. Tujuannya bukan kita membeli sampah. Tapi mendorong masyarakat untuk mau memilah sampah organik. Sampah anorganik ke bank sampah, sampah organik ke kami. Kami ambil setiap dua hari sekali kita giling lalu langsung kasih makan ke maggot,” jelas Endang.

Dalam memasarkan maggot pihaknya bekerja sama dengan salah satu peternak di DIY. Harga maggot dijual sekitar Rp 6.000/kilogram. Disamping itu warga juga bisa mengambil telur maggot di Kandang Maggot Jogja lalu dibudidayakan sendiri dengan sampah organik. Setelah jadi maggot, selang 2 minggu bisa dijual ke Kandang Maggot.

Salah satu warga sekaligus Ketua RW 9 Kricak, Marwan Arpans merasa terbantu dengan adanya pengolahan sampah organik di Kandang Maggot Jogja. Itu karena  di wilayahnya tidak ada pengambil sampah ataupun TPS hanya ada truk yang menampung sampah tidak tidak setiap hari ada. 

Oleh sebab itu, ia mengajak warga untuk memilah sampah rumah tangga. Setiap harinya ada lima kepala keluarga yang menyetorkan sampah organik di rumah Marwan. “Masalah sampah di rumah dapat terselesaikan dengan menyetor sampah organik untuk pakan maggot. Di depan rumah juga sudah kita siapkan tempat pengumpulan sampah organik bagi warga,” papar Marwan. (Tri/Hes).