Pengendalian Inflasi Butuh Kerja Sama Lintas Daerah   

UMBULHARJO- Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Yogyakarta didorong untuk menyiapkan langkah-langkah pengendalian inflasi daerah secara jangka panjang. Termasuk meningkatkan koordinasi, sinergi dan kerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk mengendalikan inflasi daerah di Kota Yogyakarta.

Penjabat Walikota Yogyakarta Sumadi menilai walaupun pandemi Covid-19 sudah agak membaik, tapi ekonomi global selalu terjadi perubahan-perubahan cukup berat yang mempengaruhi inflasi. Pihaknya menyebut tingkat inflasi di Yogyakarta yang paling besar dipengaruhi oleh indeks harga konsumen kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Termasuk kelangkaan stok dan kenaikan harga minyak goreng yang salah satu sebabnya terkendala pasokan dari Semarang.

”Beberapa bulan lalu harga barang bahan pokok terkendala pasokan bagaimana mengatasi persoalan-persoalan ini. Untuk mengendalikan inflasi ini perlu kerja sama antar setiap pemangku kepentingan dan antar daerah,” kata Sumadi saat membuka Focus Group Discussion (FGD) koordinasi dan sinkronisasi program pengendalian inflasi Kota Yogyakarta di Balai Kota, Kamis (18/8/2022).

Pemkot Yogyakarta telah menetapkan keputusan Walikota Yogyakarta nomor 169 tahun 2022 tentang peta jalan pengendalian inflasi daerah tahun 2022-2024. Keputusan itu memuat strategi kunci 4 K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Empat strategis itu dijabarkan dalam program kegiatan yang mendukung pengendalian inflasi di beberapa perangkat daerah Pemkot Yogyakarta.

”Kita sudah punya regulasi tentang TPID. Saya apresiasi dan mendukung bagaimana kita untuk berdiskusi, berkoordinasi terkait persoalan dan langkah ke depan bagi TPID untuk pengendalian inflasi daerah,” paparnya.

Sedangkan Kepala Bagian Perekonomian dan Kerja Sama Pemkot Yogyakarta Raden Roro Andarini menyampaikan tujuan kegiatan FGD itu untuk monitoring dan evaluasi terhadap tingkat inflasi di Kota Yogyakarta. Di samping itu meningkatkan koordinasi dan sinergi antar perangkat daerah Pemkot Yogyakarta dengan stakeholder terkait.

Sementara itu Sekretaris Daerah Pemkot Yogyakarta Aman Yuriadijaya selaku keynote speaker FGD mendorong TPID agar membuat kebijakan pengendalian inflasi daerah secara jangka panjang. Produk riset dari Bank Indonesia terkait inflasi daerah bisa menjadi dasar menyiapkan peta jalan pengendalian inflasi daerah jangka panjang. Misalnya perilaku mahasiswa yang indekos yang bisa mempengaruhi inflasi dan kebutuhan wisatawan di Yogyakarta.

“Bagaimana TPID tidak hanya membuat kebijakan jangka pendek terkait sikap reaktif terhadap kondisi pasar. Tapi jangka panjang kendalikan inflasi. Bagaimana membangun kebijakan yang lebih panjang,” tambahnya.

Aman juga memberikan catatan dan perhatian terkait pemantauan inflasi dan harga pasar penyegaran keberadaan kios Segoro Amarto. Di samping itu kebijakan untuk kelancaran distribusi, kerja sama dengan aparat hukum serta sumber-sumber produksi penting seperti bahan pangan dan pabrikan.

Salah satu narasumber FGD  Kepala Tim Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah Bank Indonesia Perwakilan DIY Rifat Pasha menjelaskan perkembangan inflasi di DIY. Capaian inflasi di DIY lebih tinggi dibandingkan Jawa maupun nasional yang berturut-turut berada pada level 4,46 persen year on year(yoy) dan 4,94 persen yoy. Berdasarkan data sampai Juli 2022, inflasi nasional pada angka 4,94 persen yoy dan inflasi di Kota Yogyakarta mencapai 5,7 persen yoy. Menurutnya itu menunjukkan sinyal pengendalian inflasi di DIY cukup berat.

“Komoditas pangan utama yang memiliki bobot besar mempengaruhi inflasi di DIY adalah beras, telur ayam dan daging ayam ras. Penanganan inflasi yang utama menjaga kestabilan harga produk-produk makanan. Kios Segoro Amarto perlu dikuatkan, lakukan kerja sama antar daerah dan perencanaan defisit pangan mempertimbangkan kunjungan wisatawan,” pungkas Rifat.(Tri)