Serbuan Kotabaru Pertaruhan Jiwa Raga Pertahankan Kemerdekaan Bangsa (seri 1)
Negeri ini memiliki para pahlawan yang sangat berjasa bagi Bangsa Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang rela mengorbankan tenaga, pikiran dan bahkan jiwa raga untuk berjuang demi bangsa dan negara. Seperti para pahlawan di Yogyakarta yang berjuang dalam Serbuan Kotabaru 7 Oktober 1945 demi mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Bagaimana perjuangan para pahlawan kala itu dan kondisi bangunan yang menjadi saksi peristiwa Serbuan Kotabaru, Tim Liputan Khusus Wartajogjakota mencoba menelusurinya.
Tak banyak yang tahu bangunan di timur Stadion Kridosono, tepatnya di kompleks Asrama Militer Korem 072 Pamungkas Yogyakarta di Kotabaru menyimpan cerita sejarah perjuangan dan pertumpahan darah. Bangunan tersebut dulu menjadi markas tentara Jepang yang didalamnya terdapat gudang senjata pada masa 1942-1945. Markas tentara Jepang itulah yang menjadi sasaran utama Serbuan Kotabaru untuk mengambil alih kekuasaan dan melucuti senjata Jepang.
“Serbuan kotabaru adalah suatu gerakan masyarakat secara spontan untuk merebut senjata-senjata Jepang yang waktu itu disimpan di gudang senjata milik Jepang di timur Kridosono. Tepatnya sekarang Asrama Korem 072 Pamungkas. Itu tidak ada komando dalam arti organisasi tapi semacam gethok tular dan ayo-ayo dari orang-orang berpengaruh pada saat itu,” kata Sekretaris Dewan Harian Cabang Badan Penerus Pembudayaan Kejuangan 45 Kota Yogyakarta, Sudjono, ditemui Kamis (3/11/2022).
Serbuan Kotabaru dilatarbelakangi oleh keberadaan gudang persenjataan dan para tentara Jepang yang masih bercokol di markas Kotabaru. Padahal Bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan. Sudjono menyampaikan setelah kemerdekaan, akan ada serah terima karena Jepang menyerah kepada sekutu Inggris yang saat itu diboncengi Belanda, Untuk itu masyarakat Yogyakarta yang dipelopori para pemuda bergerak untuk merebut senjata pasukan Jepang.
“Intinya kita ingin mempersenjatai sendiri karena kita sudah merdeka kok akan diduduki penjajah kembali. Jadi jangan sampai terjadi lagi,” ujarnya.
Dia menyatakan upaya mendapat senjata pasukan Jepang awalnya melalui cara damai dengan perundingan pada 6 Oktober 2022 di rumah komandan pasukan Jepang. Tokoh yang berunding dari Komite Nasional Indonesia (KNI), Badan Keamanan Rakyat (BKR), Polisi Istimewa (PI) dan para tokoh muda. Dari Indonesia diwakili Mohammad Saleh selaku Ketua Komite Nasional Indonesia didampingi Oemar Djoy, Soendjojo, Bardosono dan Raden Pandji Soedarsono. Sedangkan dari Jepang diwakili Mayor Otsoeko, Sazaki dan Kapten Ito.
“Sudah diupayakan dengan perundingan tapi karena tidak ada persetujuan sehingga terjadilah pertempuran Serbuan Kotabaru,” imbuh Sudjono.
Dia menyampaikan selama upaya perundingan itu BKR, PI, para pemuda dan laskar-laskar menggalang pemuda lewat kemantren-kemantren pada waktu itu. Para pemuda yang paling banyak dari Kemantren Danurejan karena dianggap lebih dekat dengan Kotabaru. Termasuk para pemuda dari wilayah Jetis, Gowongan dan Patuk diajak untuk menyerang kalau perundingan gagal. Truk-truk pabrik yang ada dipinjam untuk membawa para pemuda ke markas Jepang.
“Saat perundingan alot mereka semakin mendekati markas. Sudah ada (para pemuda) yang mulai memutus kabel-kabel telepon dan listrik di markas Jepang agar tidak bisa berkomunikasi. Setelah ada kepastiaan perundingan tidak berhasil ada tanda suara letusan, langsung masuk ke markas Jepang dan terjadi pertempuran hebat,” terangnya.
Pahlawan Gugur Dijadikan Nama Jalan di Kotabaru
Sudjono menyatakan sejak 6 Oktober 1945, sore dan malam para pemuda bersama masyarakat mendekati markas Tentara Jepang di Kotabaru. Serbuan Kotabaru dimulai menjelang Subuh 7 Oktober 1945 sampai tengah hari. Dari informasi yang dihimpun, saat itu para pemuda siap menyerbu, Jepang memasang barikade kawat berduri di sekitar markas dan dialiri listrik. Tak heran siasat pemadaman aliran listrik dari gardu induk dilakukan. Meskipun senjata yang digunakan seadanya, semangat masyarakat menggelora menyerbu markas Jepang.
“Senjata hanya seadanya seperti bendho (parang), arit, tombak dan bambu runcing. Memang ada yang pakai senjata api, khususnya polisi istimewa. Tembak menembak ramai, terus berhenti lalu Jepang mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Lalu ada pemuda yang masuk menurunkan bendera putih dan diganti dengan bendera merah putih, langsung masuk semua merebut senjata,” jelas Sudjono, yang ayahnya bekas tentara Peta ikut menyerang Serbuan Kotabaru.
Dalam Serbuan Kotabaru ada 21 orang pejuang dari Indonesia yang gugur dan 32 orang luka-luka. Sedangkan tentara Jepang yang tewas sebanyak 27 orang dan tentara yang masih hidup ditawan dan dibawa ke penjara Wirogunan. Sementara untuk senjata di gudang markas Jepang diamankan dan dibawa ke kompleks Keraton Yogyakarta.
Adapun 21 pahlawan yang gugur dalam Serbuan Kotabaru yaitu Atmosukarto, Ahmad Djazuli, Abu Bakar Ali, Djasman, Djoewadi, Djohar Noerhadi, Faridan M Noto, I Dewa Nyoman Oka, Kalipan, Mochammad Sareh, Ngadikan, Sadjiono, Sabirin, Soenardjo, Soeroto, Soepadi, Soeparmo, Sarwoko, Soebarman, Trimo dan Mohammad Wardani. Para pahlawan itu sebagian besar dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Yogyakarta. Untuk apresiasi dan mengenang perjuangan, nama-nama pahlawan Serbuan Kotabaru itu digunakan sebagai nama-nama jalan di kawasan Kotabaru.
Menurut Sudjono banyak nilai-nilai yang bisa diteladani dari para pahlawan Serbuan Kotabaru. Misalnya nilai rela berjuang, membantu tanpa pamrih, rela berkorban serta semangat persatuan dan kesatuan untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. “Persatuan dan kesatuan dari berbagai elemen seperti orang kampung, pemuda, laskar, BKR, Polisi Istimewa, mantan PETA dan mantan KNIL semua bisa tergabung menjadi satu merasa sebagai satu bangsa,” ucapnya. (Tri)
Keterangan foto 2 : Bangunan gedung putih di sisi selatan kompleks Asrama Korem 072/Pamungkas adalah gudang persenjataan tentara Jepang saat Serbuan Kotabaru.
Foto 3 : Dokumentasi Galeri Museum Benteng Vredeburg, diorama Serbuan Kotabaru. Adegan : Rakyat yang sebagian besar pemuda pelajar dan BKR mengadakan kontak senjata dengan tentara Jepang di Kotabaru.