Pemkot Yogya Gerakkan Pembuatan Biopori Berbasis Rumah Tangga   

GONDOKUSUMAN- Pemerintah Kota Yogyakarta bersama Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta mulai menggerakan pembuatan biopori berbasis rumah tangga. Langkah tersebut menjadi salah satu upaya mengurangi volume sampah organik di masyarakat. Termasuk untuk mengajak masyarakat membiasakan mengelola sampah organik secara mandiri.

Menurut Sekretaris Daerah Pemkot Yogyakarta, Aman Yuriadijaya selaku Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta, selama ini pengelolaan sampah organik berbasis komunal. Misalnya dalam satu RW ada biopori jumbo, ember tumpuk atau losida. Sebagian perilaku masyarakat merasa enggan membuang sampah organik ke pengelolaan komunal karena jauh.

“Oleh karena itu kita ubah, rumah tangga menjadi basis penanganan sampah organik. Salah satu metodenya dengan biopori berbasis rumah tangga. Jadi pada saat mengelola dapur bisa memasukan (sampah organik) di biopori,” kata Aman saat pelatihan kader biopori rumah tangga, di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Kamis (24/11/2022).

Aman menyebut sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdiri dari 40 persen sampah anorganik dan 60 persen sampah organik. Untuk sampah anorganik mulai tahun 2023 Pemkot Yogyakarta menargetkan zero sampah anorganik yang dibawah ke TPA. Oleh sebab itu masyarakat wajib memilah dan menyalurkan ke bank sampah atau ke pelapakSedangkan sampah organik diupayakan dikurangi volumenya dengan pengelolaan.

“Dasar pengelolaan sampah itu terkait perilaku masyarakat. Memang tidak bisa langsung kita perlu tahapan sambil jalan. Maka kita melakukan pelatihan ini,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu diserahkan bantuan sarana untuk membuat biopori basis rumah tangga dari program sosial Bank Indonesia Perwakilan DIY kepada bank sampah tingkat RW di Kota Yogyakarta. Bantuan berupa pipa paralon dan alat untuk membuat lubang biopori. Aman mengucapkan terima kasih kepada Bank Indonesia Perwakilan DIY yang memberikan dukungan program pengelolaan sampah organik di Kota Yogyakarta.

Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto menyampaikan gerakan biopori berbasis rumah tangga dipilih agar pengurangan sampah organik bisa dekat dengan dapur rumah warga. Meskipun demikian keberadaan biopori rumah tangga tidak bisa langsung dilihat pada dampak jumlah pengurangan sampah organik.

“Tapi yang kita lihat adalah perubahan perilaku masyarakat. Ketika dulu sampah organik di rumah tidak diapa-apakan lalu bisa masuk ke biopori. Jika satu rumah tangga memiliki satu atau dua biopori dan menjadi suatu hal yang sifatnya gerakan dan pembudayaan, itu akan berdampak luar biasa,” terang Sugeng.

Dia menyatakan DLH Kota Yogyakarta juga akan memberikan fasilitas biopori dengan dana APBD Kota Yogyakarta tahun 2023. Dengan metode biopori masyarakat juga  bisa memanen humus atau pupuk dari sampah organik. Diakuinya tidak semua rumah tangga di kota memiliki lahan untuk membuat lubang biopori. Tapi ada cara lain dalam pengelolaan sampah organik dengan losida dan ember tumpuk.

Sementara itu Perwakilan Bank Indonesia DIY, Septiara Silvana Putri yang hadir dalam penyerahan bantuan itu mengatakan Bank Indonesia sangat mendukung kegiatan itu karena isu terkait green culture sedang mendunia. Untuk itu BI berkontribusi nyata melalui pemberian Program Sosial Bank Indonesia yang bertujuan membantu memecahkan permasalahan sosial ekonomi di masyarakat.

“Terkait dengan pengelolaan sampah, kami menyambut baik dan memberikan dukungan penuh terkait kolaborasi dengan rekan-rekan di Kota Yogyakarta, dan  Dinas Lingkungan Hidup yang melaksanakan pengembangan pertanian terpadu. Salah satunya melalui pembuatan pupuk dari sampah organik melalui aksi gerakan biopori,” pungkas Tiara. (Tri)