Warga Pakuncen Lestarikan Tradisi Tetesan pada Anak Perempuan
Wirobrajan - Kampung Pakuncen RW 04, Kelurahan Pakuncen Kemantren Wirobrajan secara mandiri mengadakan upacara tetesan, Rabu (30/11) di Balai RW 04 Pakuncen Yogyakarta. Upacara tradisi ini didukung oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta sebagai bagian kegiatan pelestarian adat budaya Jawa yang kini mulai jarang dilaksanakan.
Tetesan yang berasal dari sebuah kata ‘tetes’ yang dalam Bahasa Jawa diartikan sebagai ‘jadi’. Secara harfiah, tetesan bermakna upacara yang menjadikan anak yang sempurna dalam pertumbuhan menjelang usia dewasa.
Salah satu Pelaku Budaya Tri mengungkapkan, upacara ini diperuntukan bagi anak perempuan yang telah berusia minimal delapan tahun atau sewindu. Upacara ini disebut sebagai tanda bahwa seorang anak perempuan akan memasuki kedewasaan.
“Tetesan itu sunatan untuk anak perempuan namun seiring perkembangan jaman upacara tetesan hanya dibersihkan saja sedangkan taraban upacara adat yang diadakan disaat menstruasi pertama kali," ujarnya.
Dalam tetesan ini ada sesajian sebagai harapan dari keluarga yang didalamnya terdapat buah-buahan serta tumpeng sebagai simbol kebahagiaan sang anak beranjak dewasa.
Untuk prosesnya, anak perempuan dibersihkan dengan melalui 'siraman' dengan air yang diberikan bunga agar terpancar cahaya serta harum semerbak. "Prosesi adat ini agar anak perempuan terpancar auranya dengan berbagai harapan yang ada dalam sesaji yang sudah disediakan," jelasnya.
Mantri Pamong Praja Kemantren Wirobrajan Sarwanto mengatakan, sangat antusias adanya kegiatan upacara tetesan ini. Ia tidak menyangka masih banyak warga Kota Yogyakarta yang melestarikan budaya jawa.
Ia berharap ke depannya akan lebih banyak warganya yang ikut melestarikan budaya lewat upacara tetesan. ''Saya sangat senang sekali bisa mengikuti upacara tetesan dari prosesi awal hingga akhir. Semoga masih banyak masyarakat yang melestarikan budaya salah satunya lewat adat tetesan," ujarnya.
Kepala Bidang Adat Tradisi Lembaga Budaya dan Seni Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Tri Sotya Atmi mengatakan, upacara adat ini di harapannya tetap bisa dilestarikan. "Semoga ini terus dilestarikan agar tidak punah dengan perkembangan zaman yang semakin maju, serta nilai-nilai adat tradisi tetap dipertahankan di masyarakat," ungkap Sotya.
Sementara itu, orang tua penyelenggara upacara tetesan Wira dan Rizka mengatakan, memang di keluarganya masih kental dengan budaya Jawa yang hingga saat ini terus dilakukan.
Mereka berharap, Djingga sang anak menjadi anak yang selalu cinta dengan budaya Jawa, menjadi kebanggaan keluarga dan nusa bangsa.
"Memang di keluarga kami masih kental dengan adat istiadat Jawa. Sehingga upacara tetesan ini memang kita selenggarakan untuk mengenalkan kepada anak kami arti dan makna upacara tetesan," ujarnya.
Wira dan Rizka juga mengajak warga Kota Yogyakarta untuk ikut serta mengikuti jejak mereka dengan mengadakan upacara tetesan. "Mari warga Kota Yogyakarta walaupun di era milenial seperti ini jangan meninggalkan adat Jawa. Semoga upacara tetesan ini diikuti banyak pihak," katanya. (Hes)