Upayakan Pembiasaan Pengelolaan Sampah Anorganik   

UMBULHARJO- Pemerintah Kota Yogyakarta mulai menyasar masyarakat berbasis kelurahan untuk sosialisasi gerakkan zero sampah anorganik. Gerakkan zero sampah anorganik akan dimulai Januari 2023 di Kota Yogyakarta. Pada tahap awal 3 bulan pertama menjadi proses membiasakan masyarakat mengelola sampah anorganik.

Sekretaris Daerah Pemkot Yogyakarta Aman Yuriadijaya, mengakui untuk menerapkan gerakan zero sampah anorganik tidak bisa langsung jadi. Untuk itu harus melewati sebuah proses seperti sosialisasi dan membiasakan masyarakat mengelola sampah anorganik.

“Bahwa proses pembiasaan pengelolaan anorganik ini akan dilakukan selama tiga bulan. Januari, Februari dan Maret akan dilakukan proses pembiasaan. Pasti tidak bisa langsung, pasti lewat sebuah proses,” kata Aman saat sosialisasi surat edaran tentang gerakan zero sampah anorganik di Kelurahan Warungboto, Jumat (16/12/2022) sore.

Pemerintah Kota Yogyakarta telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Walikota Yogyakarta Nomor 660/6123/SE/2022 tentang gerakan zero sampah anorganik. SE itu mendasarkan pada Peraturan Daerah (perda) Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah yang telah diubah dengan Perda Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2022. Mengacu perda itu bahwa pemerintah daerah, masyarakat dan pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengelola sampah yang timbul dari aktivitasnya sehari-hari.

“Sesuai aturan menyebutkan bahwa sampah adalah kewajiban dari produsen sampah. Jadi peran pemerintah adalah memediasi proses atas kewajiban masing-masing personal penghasil sampah,” tambah Aman yang juga Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta.

Aman menyebut  selama 3 bulan awal gerakkan zero sampah anorganik diberlakukan, akan dilakukan pemantauan oleh satgas berbasis kelurahan. Setelah 3 bulan itu, lanjutnya, mulai bulan April akan ditegakkan aturan sebagaimana perda terkait pengelolaan sampah.

Gerakkan zero sampah anorganik adalah salah satu upaya Pemkot Yogyakarta untuk mengurangi volume sampah yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Pasalnya menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, prediksi daya tampung TPA Piyungan hanya sampai pertengahan 2023. Untuk  memperpanjang masa operasional TPA Piyungan, DLHK DIY membatasi hanya sampah organik yang dibuang ke TPA.

“Dalam kondisi kedaruratan, mengambil tindakan yang paling memungkinkan dengan efek paling optimal. Maka zero sampah anorganik dipilih dengan segala pertimbangan,” tegasnya.

Mengacu SE Walikota Yogyakarta terkait gerakan zero sampah anorganik, setiap rumah tangga wajib melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik hasil pemilahan diutamakan dibawa ke bank sampah masing-masing wilayah. Lalu bank sampah membawa sampah anorganik kepada pelapak sampah. Depo sampah/tempat pembuangan sampah sementara hanya untuk penempatan sampah organik.

Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan tahapan pengelolaan sampah berupa pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Peran rumah tangga dalam pemilahan setidaknya memilah sampah organik, anorganik dan sampah residu.

“Untuk sampah residu seperti diapers, pembalut, masker, masyarakat tentu alami kesulitan dalam mengelola. Maka tetap bisa disalurkan ke TPS/depo sampah asalkan sudah dipisahkan sendiri dan dibersihkan. Bisa juga disalurkan ke mitra pengolah sampah residu,” tandas Sugeng.(Tri)