Wayang Sampah Karya Iskandar Menjelajah Hingga Luar Negeri
Siapa mengira sampah-sampah kertas dan plastik bisa menjadi kerajinan wayang. Bahkan dilihat dari tampilanya tidak kalah dengan karakter wayang kulit. Ya ditangan Iskandar Hardjodimuljo (60) sampah-sampah kertas dan plastik bisa disulap menjadi berbagai tokoh wayang. Tidak hanya memanfaatkan sampah, wayang hasil karyanya bernilai ekonomi dan bahkan sudah sampai ke luar negeri.
“Kebetulan saya suka wayang dari kecil. Akhirnya timbul ide bikin wayang,” kata Iskandar ditemui Wartajogjakota, di rumahnya Sapen, RT 21 RW 06 Demangan, Gondokusuman, Jumat (6/1/2023).
Iskandar menggeluti pembuatan wayang dari barang-barang bekas atau sampah sejak tahun 2013. Saat itu dirinya diajak temannya untuk berkiprah dalam kegiatan Jakarta Biennale, tapi dana terbatas. Untuk mengatasinya dia menggunakan bahan baku sampah dari Sungai Ciliwung karena dirinya juga menjadi relawan sungai guna pembenahan lingkungan. Apalagi saat itu banyak sampah berserakan di Sungai Ciliwung karena banjir besar
Wayang berbahan barang-barang bekas karya Iskandar itu dinamakan wayang uwuh. Dalam bahasa Jawa kata uwuh berarti sampah. Dia menyebut sudah ada ratusan bahkan lebih wayang yang dibuat. Beberapa karakter wayang yang dibuat antaranya pandawa lima, ramayana seperti tokoh rahwana, rama, sinta, wibisana, kumbakarna, anoman dan lainnya.
“Semar saya buat tidak hanya satu karakter. Gareng dan bagong juga saya buat macam, wajah sama, badannya agak beda,” imbuhnya.
Iskandar belajar secara otodidak untuk membuat wayang dari barang-barang bekas. Lulusan sarjana akuntasi itu hanya suka wayang sejak kecil dan pernah membuatnya dari kertas bekas. Awalnya dia bingung untuk mengubah sampah-sampah menjadi wayang. Tapi dengan ide dan kreativitas yang langsung diterapkan menjadikan dirinya terus belajar dan terlatih membuat wayang dari sampah kertas, plastik botol air mineral dan sampah plastik lainnya,
“Belajar secara otodidak. Mungkin karena dulu ayah saya adalah seniman, mungkin nurun. Melukisnya saya tidak ada yang mengajari. belajar sendiri coba-coba,” ujar Iskandar.
Bahan baku sampah untuk membuat wayang didapat dari lingkungan sekitar. Terutama saat Iskandar bersepeda pagi, ia menemukan sampah dan dibawa pulang untuk bahan baku membuat wayang. Misalnya sampah kertas dari bekas kardus makanan. Terkadang dia juga mendapat bahan baku sampah dari temannya.
Iskandar menjelaskan sampah-sampah yang didapat dibersihkan dan dijemur. Contohnya sampah berbahan kertas seperti kardus dibersihkan dengan kain lap basah dan dijemur. Setelah itu membuat gambar pola atau sket karakter wayang pada kertas atau plastik yang telah dibersihkan. Kertas bekas itu lalu dipotong mengikuti pola. Kemudian gambar wayang itu diwarnai dengan cat akrilik. Terakhir memasang bilah kayu untuk kerangka wayang dan menggerakan tangan wayang.
“Yang penting warna simbol wayang masuk dulu di muka karena muka merupakan simbol wayang wataknya seperti apa,” imbuh ayah beranak dua itu.
Menurutnya untuk membuat satu wayang membutuhkan waktu berbeda-beda tergantung tingkat kesulitannya. Jika sulit, memerlukan waktu sampai berminggu-minggu. Satu wayang dijual dengan harga bervariasi tergantung tingkat kesulitan dan nilai apresiasi dari para pembeli. Mulai dari harga Rp 25 ribu bahkan karya wayang Iskandar paling tinggi mendapatkan harga di atas Rp 1 juta. Untuk itu dia mengajak masyarakat mencintai lingkungan dengan memilah sampah dan berkarya dari sampah karena hasilnya bisa berlipat.
“Sampah yang kira-kira bisa untuk kompos dibuat kompos. Sampah yang bisa untuk karya seni dibikin karya seni. Karena kalau bisa mengubah sampah menjadi ‘emas’ dengan nilai jual tinggi. Kalau sampah dijual ke pelapak-pelapak daur ulang, perkilonya murah, tapi kalau dibuat karya bisa berlipat-lipat,” terang Iskandar.
Iskandar memamerkan karya wayang pertama kali di Jakarta. Misalnya di Taman Ismail Marzuki dan mendapat respon positif sehingga dirinya sering diundang mengisi workshop terkait pemanfaatan sampah. Pada tahun 2017, dia diundang ke Thailand oleh lembaga nirlaba untuk pameran tunggal dan workshop. Dari kegiatan itu, wayang-wayangnya dipamerkan secara tetap di Bangkok Art and Culture Centre di Thailand sampai kini. Karya wayang sampah juga dibawa ke Perancis dan menjadi koleksi museum etnografi di Belanda. Setelah kembali ke Kota Yogyakarta, dia juga dilibatkan dalam pameran potensi kegiatan Festival Jogja Kota tahun 2022 yang digelar Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
“Karena saya dulu aktif di medsos. Dia (warga mancanegara) mantau dari medsos seperti facebook dan instagram dan berkembang lewat WA,” ucapnya yang juga memberikan workshop kreasi sampah dari piring plastik bekas dan besek bekas untuk anak-anak sekitar. (Tri)