Geliat Produsen Kue Keranjang di Yogya Jelang Imlek   

Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, produsen kue keranjang disibukkan dengan permintaan yang meningkat. Seperti salah satu produsen kue keranjang di Kota Yogyakarta yang digeluti Sulistyowati (77) di Jalan Tukangan, Tegalpanggung Danurejan. Pesanan kue keranjang datang silih berganti terutama dua minggu sebelum Tahun Baru Imlek.

“Menjelang satu minggu ini meningkat. Permintaan bisa (meningkat) 50 persen,” kata Sulistyowati, ditemui wartajogjakota di sela produksi kue keranjang, Jumat (13/1/2023).

Dia menyebut dalam sehari rata-rata memproduksi sekitar 200 kue keranjang. Setiap produksi kue keranjang dia membutuhkan sekitar 75 kg tepung ketan dan 75 kg gula pasir. Untuk menjaga kualitas rasa kue keranjang, Sulistyowati menggunakan bahan ketan yang berkualitas. “Saya dari beras (ketan) digilingkan. Beras (ketan) beli yang bagus (kualitasnya),” imbuhnya.   

Sulistyowati meneruskan pembuatan kue keranjang yang dirintis ayahnya Siauw Boen Tjaw seorang pendatang dari Tiongkok sekitar 65 tahun lalu. Sebagai generasi kedua, kini dia dan adiknya Sianywati (74) hanya memproduksi kue keranjang bermerk Lampion itu ketika menjelang Imlek. Biasanya sekitar 2 minggu sebelum Tahun Baru imlek.

“Hanya menjelang Imlek. Sehari 200. Pesanan sebagian dari luar Yogyakarta seperti Magelang, dan dari Yogya. Ada yang luar pulau seperti Lampung,” ujar Sulistyowati.

Untuk membuat kue keranjang setidaknya membutuhkan waktu selama 3 hari dari proses awal sampai siap makan. Sulistyowati menjelaskan pembuatan kue keranjang yakni tepung ketan dicampur dengan air gula yang telah dimasak sekitar 6 jam. Air dan gula itu harus dimasak dulu sampai menjadi seperti gulali. Adonan ketan dan air gula diuleni sampai tercampur. Kemudian adonan dituangkan dalam cetakan dengan berbagai ukuran. Lalu dikukus dan setelah matang didiamkan selama dua hari untuk mengurangi kadar air.

“Pertama beras (ketan) digilingkan. Lalu dicampur dengan air gula, lalu dicetak dan dikukus. Lama mengukus delapan jam,” terang Sulistyowati yang masih terjun membuat kue keranjang dibantu enam pekerja.

Dalam pembuatan kue keranjang dia masih mempertahankan takaran resep dan cara memasak orangtunya dulu. Misalnya untuk mengukus kue keranjang masih menggunakan kompor minyak tanah. Menurutnya untuk mengukus kue keranjang membutuhkan api yang stabil seperti dari kompor minyak tanah. Diakuinya kini minyak tanah sulit dan mahal, tapi tetap dipertahankan untuk menjaga mutu dan rasa kue keranjang.

“Kalau kue keranjang api harus ajek stabil. Pakai kompor minyak saja ditunggu harus tiap jam ditambah (minyak tanah) biar api ajek,” paparnya.

Pernah Sulistyowati mencoba mengukus dengan kompor gas. Namun adonan kue keranjang bisa naik semua karena api kompor gas terlalu besar. Dari segi rasa juga mempengaruhi karena rasanya berbeda dibandingkan saat dimasak dengan kompor minyak tanah.

Kue keranjang tersebut dijual seharga Rp 46.000/kilogram. Setiap satu kilogram kue keranjang ada yang berisi 5 kue, 4 kue, 3 kue , 2 kue dan 1 kue, tergantung dari berat setiap kue. Kue keranjang itu berwarna coklat dan teksturnya kenyal mirip seperti dodol, tapi tidak lembek.

Menurutnya kue keranjang berbentuk bulat artinya bersatu. Sedangkan kue keranjang rasanya manis dengan harapan pada Tahun Baru Imlek bisa terasa manis atau lebih baik. “Seperti Idul Fitri merayakan Tahun Baru Imlek dengan saudara-saudara dan sembahyang leluhur,” ucap Sulistyowati.

Salah satu pembeli kue keranjang Yanto mengaku rutin setiap tahun ditugasi membeli kue keranjang di tempat Sulistyowati oleh atasan tempat kerjanya. Setiap memesan bisa sekitar 5 kg kue keranjang.“Setiap tahun pasti kei sini ambil kue keranjang. Rasanya enak lebih kenyal dan tidak terlalu alot,” pungkas Yanto.(Tri)