90 Fasilitator Bakal Perkuat Bank Sampah di Seluruh Kelurahan Kota Jogja
Umbulharjo – Sejak diberlakukannya Gerakan Zero Sampah Anorganik per 1 Januari 2023, Kota Jogja berhasil mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA Piyungan sebesar 17 ton per hari.
Sejauh ini tercatat ada 575 Bank Sampah yang tersebar di 45 kelurahan dan 14 kemantren Kota Jogja, tapi belum semua unit Bank Sampah melakukan kegiatan yang optimal. Maka dari itu Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), membentuk Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan Koordinator Kemantren pengelolaan sampah mandiri untuk mendukung pengawasan dan evaluasi setiap unit Bank Sampah di wilayah.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko mengatakan, tujuan adanya 2 Faskel di tiap kelurahan dan 1 Koordinator setiap kemantren adalah untuk menjadi mitra Pemkot Yogyakarta dalam melakukan identifikasi, pendampingan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan Bank Sampah di seluruh Kota Jogja.
“Total ada 90 Faskel dan 14 Koordinator Kemantren, mereka ini adalah corong dan mitra Pemkot Yogyakarta dalam menyukseskan Gerakan Zero Sampah Anorganik. Mulai dari sosialisasi, pembinaan, pendampingan, monitoring, hingga evaluasi akan terlibat secara aktif, supaya bersama masyarakat bisa memaksimalkan pengurangan sampah anorganik dan mulai mengolah sampah organik secara mandiri,” katanya pada Selasa (17/1) di Ruang Bima Balai Kota.
Sosialisasi dan edukasi di tingkat RW bahkan RT terus dilakukan, lanjut Haryoko. Seperti bagaimana pemilahan sampah dan pewadahannya, mana yang organik, anorganik, residu, serta Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3.
“Sampah anorganik sudah jelas akan diterima oleh Bank Sampah, sampah residu bisa ditampung TPS yang nanti dibawa ke TPA Piyungan, sampah B3 masyarakat atau melalui Bank Sampah bisa disalurkan ke dropbox yang teresdia di tujuh titik yaitu DLH, Depo Mandala Krida, TPS Gedongkiwo, Depo Nitikan, Depo Utoroloyo, Kantor Sektor Basen Kotagede, dan Komplek Balai kota. Sementara organik bisa ke TPS tapi sambil berjalan, kita akan optimalkan tiap Bank Sampah juga mengolah sampah organik dan begitu pun masyarakat di rumah masing-masing,” tambahnya.
Kepala Seksi Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup DLH Kota Yogyakarta, Christina Endang Setyowati menjelaskan, ada beberapa sampah anorganik dan residu yang bisa didaur ulang menjadi produk bernilai ekonomi. Seperti plastik sachet yang dapat dimanfaatkan untuk membuat ecobrick, tikar, keset, tas, dan produk lainnya.
“DLH akan bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia Yogyakarta kaitannya nanti dalam membuat desain dan pelatihan untuk anggota Bank Sampah dalam membuat produk daur ulang. Bank Sampah yang sudah memiliki produk juga dapat memamerkan karyanya di Galeri Bank Sampah DLH,” jelasnya.
Christina juga mengatakan, tiap Faskel secara rutin akan melakukan pelaporan kegiatan Bank Sampah yang didampingi melalui aplikasi JSS. Jadi akan ada basis data dan pembaruan real time, sehingga akan teridentifikasi dan terklasifikasi mana Bank Sampah yang perlu diobati di Klinik Bank Sampah.
“Masih ada 197 unit yang kondisinya kurang sehat, jadi perlu pembinaan khusus dari Forum Bank Sampah Kelurahan, Kemantren, dan Kota melalui Klinik Bank Sampah. Sementara sebaran Bank Sampah baru ada di 543 RW dari total 616 RW di Kota Jogja, masih kurang 73 unit. Minimal 1 RW ada 1 Bank Sampah, tapi sangat mungkin dan makin bagus dibentuk dengan basis RT,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Pengelolaan Sampah Mandiri Kemantren Wirobrajan, Heni Rachmani mengungkapkan, sejauh ini ada 33 Bank Sampah yang hampir semuanya masih aktif. Apa lagi sejak diberlakukannya Gerakan Zero Sampah Anorganik.
“Semua mulai aktif, untuk inovasi daur ulang sampah anorganik beberapa ada yang membuat hiasan bunga, tas, tikar yang juga kami titipkan di DLH dan kegiatan pameran. Sementara untuk sampah organik ada yang diolah menjadi pupuk kompos dan budidaya maggot kerja sama dengan Kelompok Wanita Tani,” ungkapnya.
Heni juga berharap dengan adanya Gerakan Zero Sampah Anorganik dapat mengoptimalkan Bank Sampah di tiap di wilayah, makin berkembang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, dan masalah sampah dari sumbernya bisa teratasi. (Jul)