SDN Kyai Mojo, Sekolah Asyik Tanpa Plastik

Jetis-Gerakan zero sampah anorganik yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta kini semakin mengakar di berbagai elemen kehidupan, termasuk di dunia pendidikan, salah satunya adalah di SDN Kyai Mojo Yogyakarta.

Sekda Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya yang berkesempatan meninjau SDN tersebut mengatakan sebagai upaya meminimalisir sampah, SDN Kyai Mojo  mewajibkan seluruh siswa dan guru untuk membawa bekal makan dan minum menggunakan wadah/tumbler.

“Dengan membawa bekal dari rumah menggunakan tempat makan dan minum yang dapat dipakai ulang, diharapkan dapat mengurangi volume sampah," bebernya, Rabu (25/1/2023).

Selain itu, lanjutnya, dikantin sekolah ini juga tidak menjual minuman dan makanan kemasan yang menggunakan plastik.

"Dikantin ini menyuguhkan minuman dengan menggunakan gelas kaca, sementara untuk makanannya, kantin ini juga tidak menjual jajanan yang menggunakan kemasan plastik," bebernya.

Tak sampai disitu, ditiap sudut sekolah terdapat tempat sampah yang telah dipisah dan dipilah berdasarkan jenisnya ini, yakni tempat sampah untuk sampah organik dan anorganik.

"Para siswa juga diajarkan cara menyulap sampah anorganik menjadi barang yang bisa digunakan kembali, seperti menjadi ecobrick dan menjadi vas bunga," jelasnya.

Pihak sekolah juga rutin memberikan edukasi kepada para siswanya terkait pemilahan sampah.

"Tiap usai apel pagi para guru melakukan edukasi kepada para siswanya agar terus menjaga lingkungan, baik itu di sekolah maupun di tempat tinggal mereka," katanya.

Aman pun sangat mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan SDN Kyai Mojo, ia pun berharap Kota Yogyakarta dapat merdeka dari sampah.

Sementara itu Kepala SDN Kyai Mojo, Fransisca Mujirah mengaku jika sekolah yang dipimpinnya ini sangat mendukung gerakan zero sampah anorganik yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.

Menurutnya, sampah adalah masalah global, sehingga harus menjadi tanggung jawab bersama. Karena itu, upaya mengurangi produksi sampah harus dimulai dari lingkungan terkecil, dalam hal ini sekolah.

“Langkah ini sebagai wujud nyata peduli terhadap lingkungan, dan nasib Kota Yogyakarta di masa yang akan datang,” katanya.

Pihaknya berkeyakinan, gerakan zero sampah anorganik yang diterapkan di lingkungan sekolahnya bisa menjadi bagian dari gaya hidup.

“Life style tentunya bisa terbangun dari sebuah atmosfir lingkungan yang berkesinambungan, dan yang mendukung semua itu,” ujarnya.

Salah satu siswa Bella Destalita mengaku senang dengan adanya gerakan tersebut, meski diakuinya pada awalnya merasa rikuh.

Baginya menjalani keseharian dalam lingkungan zero sampah anorganik adalah pengalaman baru yang penuh tantangan.

"Hal positifnya adalah sejak program ini diterapkan, lingkungan sekolah tampak lebih sehat dan asri," katanya.

Siswa asal kelurahan Bener ini pun mengaku menjadi lebih mempunyai tanggungjawab terhadap sampah yang dihasilkannya.

"Saya sangat antusias ketika dilibatkan dalam kegiatan daur ulang sampah," jelasnya. (Han)