PENGAWASAN MASYARAKAT JADIKAN JOGJA KOTA BERSIH KORUPSI

Walikota Yogyakarta Herry Zudianto hadir menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi Akhir Tahun 2010 Komunitas Untuk Transformasi Sosial (KATALIS) yang mengusung tema "Rekruitmen Partai Politik, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi". Bertempat di Resto Mario’s Place-Menteng Huis Jakarta, Kamis, (23/12).

Diskusi sehari dengan Keynote Speech: Anas Urbaningrum ini juga menghadirkan Pembicara lain Bambang Widjojanto/Praktisi Hukum, Teten Masduki/ TII serta aktivis ICW Tama S Langkun.

Komitmen yang tinggi terhadap pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Herry Zudianto di Kota Yogyakarta selama beberapa tahun terakhir ini telah diakui banyak pihak. Diantaranya dengan dianugerahkannya Bung Hatta Award, terpilihnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Terbersih dari Korupsi, dan baru-baru ini Kota Yogyakarta menjadi satu-satunya pemerintah kota yang memperoleh skor tertinggi dalam penilaian anti korupsi (PIAK 2010) oleh KPK.

Menurut Herry, persoalan rekrutmen parpol, penegakan hukum, pendidikan politik artinya berbicara secara holistic mengenai penegakan anti korupsi. “Saya di Jogja membuat rekayasa system birokrasi. Kuncinya saya membuka komunikasi yang seluas-luasnya dengan masyarakat. Saya mempersilakan masyarakat untuk melapor dan saya memaksa birokrasi untuk transparan. Kalau sudah ada transparansi pasti akan ada akuntabilitas dan orang akan percaya,” jelas Herrry

Yang mengawasi Kota Jogja adalah masyarakat , dan kunci akhirnya saya serahkan kepada masyarakat. Masyarakatlah yang menilai saat ini. SMS pembaca, pikiran pembaca, talkshow di radio menjadi bagian dari sarana pengawasan. Aduan dari masyarakat juga bisa saya terima melalui twiter, FB, upik, telpon dsb.

“Peran pengawasan masyarakatlah yang akhirnya akan menentukan pemerintah menjadi bersih. Ayo kita berdayakan masyarakat, tugas kita bersama mendidik masyarakat untuk terus menerus menjadi pengawas pemerintahan,” tandas Herry.

ICW menjadi salah satu LSM yang sangat getol melakukan ekspose upaya kampanye public terhadap kasus korupsi yang dilakukan salah satunya oleh kepala daerah. Aktivis ICW Tama S Langkun membeberkan seputar kasus korupsi yang berhubungan dengan kepala daerah. Ia mengatakan banyak kasus di daerah subyeknya adalah kepala daerah.

Menurut Tama, Pilkada 2010 adalah system demokrasi tanpa integritas. Dalam evaluasi yang tercatat ICW telah terjadi 1517 kasus pelanggaran pilkada 2010. Modus yg paling sering terjadi yaitu sebanyak 1053 kasus adalah pelanggaran dalam bentuk pembagian uang secara langsung. Hal ini menjadi prioritas ICW dari tahun-ketahun dan selalu muncul. Modus kedua adalah bagi-bagi sembako ada 326 kasus pelanggaran dari calon kepala daerah di masing-masing wilayah.

Dijelaskan Tama, aktor terbanyak yang melakukan pelanggaran adalah tim sukses sebanyak 203 kasus, pasangan calon 35 kasus, perangkat pemerintah 91 kasus, dan broker suara 59 kasus, total berjumlah 388 kasus.

Hal ini terjadi, menurut Tama karena beberapa sebab diantaranya yaitu kelemahan UU pemilu 32 thn 2004 dan PP 6 thn 2005 perihal dana kampanye dan politik uang. Kontrol penyelenggaraan pemilu juga masih dianggap lemah, KPU masih dinilai kinerja lemah, adanya pembodohan politik, serta peran parpol juga masih minim.

Dijelaskan Tama sebanyak 90% kasus pilkada 2010 masuk ke MK. Ada sekitar 10 tersangka yg terpilih lagi sebagai kepala daerah. Kepala daerah yang diperiksa karena dugaan korupsi ada gubernur sebanyak 18 orang, walikota sebanyak 17 orang, bupati 84 orang, wakil gubernur 1 orang, wabupati 19orang, wakil walikota 8 orang, semuanya ada 147 kepda yang diperiksa karena kasus korupsi.

Ditandaskan Tama, Evaluasi pilkada 2010 sebagai “Demokrasi tanpa Integritas”, sehingga perlu peningkatan kinerja yang lebih baik.Buruknya pelaksanaan pilkada 2010 menjadi tanggungjawab pemerintah, penyelenggara dan pengawas. (ism)