Jadi Marbot Bagaikan Menabung Pahala dan Ibadah di Akhirat (Seri 2-Selesai)

Cerita lain datang dari Muhammad Hamron, Bapak 55 tahun ini adalah satu dari 28 marbot yang ada di Masjid Gedhe Kauman.

Sama halnya dengan Anung, Hamron menjadi marbot lantaran mendapat informasi bahwa pengurus masjid membutuhkan tenaga kebersihan, lalu ia dengan senang hati menawarkan dirinya.

"Menjadi marbot masjid tidak serta merta langsung diterima, ada proses magangnya terlebih dahulu, dan saya resmi menjadi marbot sejak tahun 2015," katanya.

Selama itulah ia selalu bekerja dengan giat, tulus, dan  sabar dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Menurutnya menjadi seorang marbot adalah sebuah keberuntungan, apalagi bisa mengurus masjid yang berusia lebih dari 200 tahun. Baginya ini menjadi sebuah bentuk pengabdian.

Selain itu bekerja sebagai marbot membuat hatinya menjadi lebih tenang. Bahkan ia mengaku salat lima waktunya semakin terjaga. "Menjadi seorang marbot itu bagaikan menabung pahala dan ibadah di akhirat nanti," tandasnya.

Salah satu kebahagiaan Hamron ketika melihat kondisi masjid yang nampak bersih dan rapi. "Melihat masjid dalam kondisi bersih, nyaman dan aman adalah kebahagiaan saya," katanya.

Hamron menjelaskan ketugasan marbot di Masjid Gedhe Kauman ada tiga, pertama kebersihan, kedua keamanan, dan yang ketiga adalah pelayanan ketika ada kegiatan.

Menjadi Marbot masjid pada bulan Ramadan sangat disyukuri Hamron karena bisa menambah ibadahnya. 

Menjalani puasa bukanlah menjadi halangan dan bermalas-malasan baginya, malah dijadikan sebagai momen yang sangat istimewa untuk mendapat berkah yang lebih pada bulan suci ini.

Pria kelahiran 30 Maret 1968 ini sejak kecil memang sudah aktif berkegiatan di masjid tersebut karena tempat tinggalnya memang tidak jauh dari masjid.

Tak heran jika ia sangat menguasai tentang sejarah masjid dan perkembangan masjid yang dibangun pada tahun 1773 semasa Sri Sultan Hamengkubuwono pertama ini.

Hamron pun senang menceritakan sejarah masjid ini kepada orang lain, baginya menceritakan sejarah tersebut seperti membagi ilmu.

Selain menjadi marbot, Hamron juga menjalani profesi sebagai buruh serabutan. Ketika menjadi buruh ia bekerja mulai pukul 10:00 WIB sampai pukul 12:00 WIB. Selebihnya ia habiskan waktunya di masjid.

Memang waktu yang diperuntukkan untuk menjalani profesinya sebagai buruh serabutan tidak terlalu lama. Ini lantaran usianya yang sudah memasuki kepala lima sehingga kondisi fisiknya pun juga tak sekuat sebelumnya.

"Saya mulai mengurus masjid dari sebelum adzan subuh sampai pukul 08:00 WIB, kemudian setelah itu saya jadi buruh sampai pukul 12:00 WIB, lalu setelah itu kembali ke masjid lagi," jelasnya.

Di akhir wawancara Hamron berpesan kepada seluruh jamaah Masjid Gedhe Kauman agar para jamaah menjaga barang bawaannya karena keterbatasan tenaga marbot.

Ia juga meminta agar para jamaah membuang sampah ditempat yang telah disediakan. Dengan hal kecil tersebut menurutnya sudah sangat meringankan pekerjaannya.

"Di masjid ini sudah disediakan layanan penitipan barang yang ada di dekat pintu masuk masjid, jamaah bisa menitipkannya disitu. Untuk tempat sampah juga telah di hampir tiap sudut masjid," ujarnya. (Han)