Warga Sekitar Cagar Budaya di Yogya Harus Ikut Sejahtera

Pakualaman-Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta terus berupaya membangun jembatan antara pelestarian cagar budaya dengan kesejahteraan masyarakat. 

Diharapkan dengan upaya tersebut dapat memberikan peningkatan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal disekitar objek Warisan Budaya dan Cagar Budaya (WBCB).

Sekda Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya mengungkapkan pelestarian WBCB harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan masyarakat Kota Yogyakarta. 

"Apalagi Kota Yogyakarta punya potensi pelestarian cagar budaya berbasis kawasan, namun hal tersebut membutuhkan dukungan seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusinya," jelasnya saat membuka sosialisasi WBCB di Hotel Jambuluwuk, Senin (12/6/2023).

Di Kota Yogyakarta terdapat empat kawasan cagar budaya yang memiliki gaya arsitektur yang berbeda-beda di tiap kawasan. Empat kawasan tersebut adalah kawasan Kraton, Pakualaman, Kotabaru, dan Kotagede.

Menurutnya kawasan cagar budaya dapat dilestarikan salah satunya dengan mempertahankan citra kawasan yang memiliki ciri gaya arsitektur yang berbeda-beda. 

Ke empat kawasan tersebut, tambahnya, secara khusus memiliki potensi yang sama dengan kawasan cagar budaya yang lain, dan potensinya dapat saling mendukung sehingga menciptakan suasana yang harmonis.

"Tinggal bagaimana kita memadukan upaya pelestarian cagar budaya di empat kawasan tersebut dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya”, imbuhnya.

Aman mencohtohkan berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 40 tahun 2014, kawasan cagar budaya Pakualaman memiliki gaya arsitektur Tradisional Jawa atau Indis. 

"Hal ini dilandasi sejarah Pakualaman yang dipengaruhi oleh keberadaan Kadipaten Pakualaman dan sebaran WBCB yang bergaya arsitektur Indis atau Tradisional Jawa," tandasnya.

Sehingga, tambahnya, bangunan baru yang berada di KCB Pakualaman direkomendasikan untuk mengikuti gaya  arsitektur tersebut.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti mengatakan untuk mendukung upaya tersebut, pihaknya memiliki Tim Pertimbangan dan Pelestarian Warisan Budaya (TP2WB) yang bertugas untuk memberikan arahan dan rekomendasi bentuk fasad bangunan yang akan didirikan.

"Masyarakat dapat bertanya dan berkonsultasi kepada tim tersebut dan tentunya tidak dipungut biaya," bebernya.

Sehingga, lanjutnya, dalam setiap kegiatan pembangunan bangunan baru masyarakat diharapkan dapat mematuhi kaidah-kaidah pelestarian dan perlindungan cagar budaya yang ada. 

"Sosialisasi ini juga sebagai sarana publikasi mengenai aturan-aturan arsitektur bangunan di kawasan cagar budaya bagi masyarakat yang akan melakukan kegiatan pembangunan atau konstruksi," tandasnya.

Menurutnya masyarakat sebagai pemilik bangunan WBCB merupakan ujung tombak pelestarian bangunan tersebut.

"Hal ini sebagai modal dasar masyarakat untuk terus meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberadaan bangunan-bangunan bersejarah tersebut," ujarnya.

Bangunan-bangunan ini, katanya, harus terus didorong agar bermanfaat bagi masyarakat yang tentunya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. 

"Selain itu juga masyarakat diharapkan agar lebih memperhatikan citra kawasan WBCB," bebernya. (Han)