WALIKOTA LAUNCHING PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS AFEKSI

Sekolah di Yogyakarta melaksanakan Pendidikan Agama Berbasis Afeksi yaitu sebuah program pendidikan agama yang didalamnya memuat penilaian
pengamalan siswa secara nyata di masyarakat. Walikota Yogyakarta, H. Herry Zudianto melaunching program tersebut bertempat di Halaman SMA N 5 Yogyakarta pada hari Jumat, (19/8).

Dalam laporan penyelenggaraan kegiatan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana mengungkapkan bahwa dalam Pendidikan Agama Berbasis Afeksi, yang dilaksanakan dari tingkat Sekolah dasar hingga SMU, juga mengajar kepribadian dan ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya sehingga menjadi siswa yang bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Tawuran dan vandalisme dimungkinkan karena pendidikan agama masih bersifat kognitif belum menyentuh afeksi siswa yang dapat
menumbuhkan kesadaran baru. Kegiatan berbasis afeksi sebenarnya telah berlangsung dari tahun 2007 engan berbagai tahap yang pada 2012 hingga 2016 telah sampai pada pemantapan program. Sekolah yang telah melaksanakan kegiatan ini adalah SMA Negeri 5, SMA Negeri 3, SMA Negeri 8, SMP Negeri 9, SMP Negeri 8, SMP Negeri 10, SDN Giwangan dan SDN Glagah.

Ceremonial Launching ditandai dengan penekanan tombol sirene yang kemudian diserahkan secara simbolis lembar kerja penilaian agama siswa kepada perwakilan para pendidik, wali murid, hingga di tingkat camat. Juga dibacakan ikrar oleh perwakilan siswa SD, SMP dan SMA untuk melaksanakan kegiatan ini dengan sebaik-baiknya.

Dalam sambutannya H. Herry Zudianto mengungkapkan bahwa kegiatan ini terpetik dari usulan masyarakat bahwa ajaran budi pekerti harus diajarkan lagi di sekolah-sekolah, jika tidak ada akibatnya anak-anak tidak menganal sopan santun dan melakukan kenakalan remaja. Anak anak secara individu harus tetap memiliki sifat kebersamaan dan kepedulian. Dengan membangun karakter anak, disitulah kita bicara pembangunan manusia yang sesungguhnya

Anak-anak telah diajarkan agama yang telah mengajarkan budi pekerti, tetap adanya kenakalan berarti masih ada kesalahan dalam pembelajaran.
Seharusnya pembelajaran agama bukan hanya hapalan keilmuan tetapi juga menyentuh nilai-nilai yang diamalkan ke berbagai aspek. Ditambahkan oleh Herry, amal shaleh harus dilatih, semakin dini semakin baik hasilnya sebagai contoh adalah kepedulian akan orang tua, melaksanakan penghijauan. Penilaian agama tidak hanya guru saja tetapi orang tua harus pula terlibat sehingga terbentuk karakter yang benar-benar islami. Semisal hadits nabi yang mengatakan kebersihan adalah sebagian dari imam maka siswa harus pula melaksanakan dan bertanggung jawab tentang hal ini misal tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan lingkungan hingga memilah sampah. Demikian ungkap Herry Zudianto dalam sambutannya. (byu)