Intro Living Museum Perkuat Nilai Keistimewaan Jogja di Tingkat Kemantren
Pakualaman – Keistimewaan di Kota Jogja secara umum lebih bicara pada konsep tata ruang satuan ruang strategis.
Tapi keistimewaan itu mampu menyentuh ruang lebih luas, seperti halnya ruang kebudayaan di 14 kemantren.
Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, dalam Workshop Kuratorial Intro Living Museum, di Hotel Jambuluwuk, Kamis (20/7). Pihaknya mengatakan, pemanfaatan dana keistimewaan dapat menyentuh banyak ruang pada sistem sosial masyarakat, termasuk dalam mengali potensi kebudayaan di tiap wilayah kemantren.
“Bicara keistimewaan tidak hanya merujuk pada satuan ruang strategis yang mencakup beberapa wilayah saja, untuk itu pada Agustus nanti melalui Intro Living Museum 14 kemantren akan menampilkan potensi budaya dan sejarah, menunjukkan karakter wilayah masing-masing, untuk memperkuat keistimewaan Kota Jogja dalam sistem sosial masyarakat,” ujarnya.
Pada tahun 2024 nanti, lanjut Aman, basis keistimewaan tidak hanya merujuk pada 14 kemantren saja, tapi juga 45 kelurahan di Kota Jogja. Sehingga penguatan keistimewaan melalui program-program teknis pemerintah, dapat berdampak secara lebih luas.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti menjelaskan, Intro Living Museum menjadi salah satu cara Kota Jogja dalam memperingati Hari Keistimewaan pada 31 Agustus nanti.
“Intro Living Museum menjadi salah satu penanda bagi masyarakat Kota Jogja untuk menunjukkan apa yang menjadi potensi wilayah di 14 kemantren, baik dari sejarah, seni, budaya yang kemudian menjadi pembeda karakter masing-masing, sehingga masyarakat secara luas bisa memahami dan mengetahui apa sebenarnya yang menjadi keistimewaan Yogyakarta,” jelasnya.
Yetti juga menambahkan, Intro Living Museum akan dilaksanakan secara serentak pada 31 Agustus sampai 3 September 2023, di 14 kemantren di Kota Jogja, yang akan menampilkan potensi seni, budaya, sejarah, kuliner, hingga tokoh atau legenda dengan tema pameran sesuai karakter masing-masing wilayah.
“Penggalian potensi serta penyusunan konsep yang akan divisualisasikan dalam Intro Living Museum, dilakukan dengan membentuk tim kreatif tiap kemantren, bekerja sama dengan Mahasiswa ISI dan UGM, dengan harapan kolaborasi tersebut dapat menghasilkan pameran yang dapat memperkuat masing-masing karakter wilayah,” tutupnya. (Jul)