Kampung Sayur Bausasran, Wisata Pertanian Perkotaan yang Mendunia
Danurejan – Wisata berbasis kampung di Kota Jogja tidak hanya seni dan budaya, tapi juga pertanian perkotaan seperti halnya Kampung Sayur Bausasran, yang jadi langganan program pertukaran mahasiswa luar negeri.
Kedua kalinya Kampung Sayur Bausasran terima kunjungan mahasiswa luar negeri dari Filipina, Jepang dan Jerman, bekerja sama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah Winayarti mengatakan, kunjungan tersebut bertujuan untuk mengenal pertanian perkotaan berbasis kampung juga olahan hasil pertaniannya.
“Tiap ada kunjungan ke Kampung Sayur Bausasran akan kami bagikan pengalaman menanam di lahan pertanian perkotaan, pemeliharaan, juga panen atau pasca panen untuk pengolahannya, khususnya untuk bayam brasil yang jadi produk unggulan dan sudah diolah menjadi belasan produk. Mulai dari mie, jus, keripik dan aneka olahan lainnya,” terangnya pada Rabu sore (9/8) di Kebun Gemah Ripah Bausasran.
Menurut Winayarti, berkembangnya Kampung Sayur Bausasran menjadi wisata pertanian perkotaan menjadi kebangkitan petani Kota Jogja. Sebab kehadiran kampung sayur tidak hanya untuk memperkuat ketahanan pangan saja, tapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Sejak tahun 2008 kami memulai pertanian perkotaan yang tadinya hanya di RW 9, sekarang sudah menjadi kampung sayur. Dengan kekompakan warga masyarakat, juga dukungan dari pemerintah, kampus juga pihak lainnya, dengan harapan urban farming tourism dapat bertahan dan berkembang, juga makin banyak wilayah lain yang ikut menerapkan pertanian perkotaan,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu Lurah Bausasran Akhmad Yuliantara mengatakan, Kampung Sayur Bausasran pada awal tahun menerima penghargaan sebagai Desa Wisata Binaan Kemenparekraf. Hal itu menjadi satu bukti transformasi Kampung Bausasran, yang dulunya kondisi kampung panas dan gersang menjadi hijau dan produktif hasilkan sayuran segar hingga potensi wisata.
“Keberadaan kampung sayur ini berdampak pada peningkatan perekonomian warga, lewat hasil panen dan produk olahannya. Sekarang berkembang menjadi destinasi wisata, tentu ini menjadi penyemangat warga masyarakat dengan rasa kebersamaan untuk menjaga dan mengembangkan kampungnya,” katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Suyana menyampaikan, kampung sayur dengan konsep pertanian perkotaan pada mulanya digagas untuk meningkatkan pola pangan harapan dan ketahanan pangan warga Kota Jogja. Namun sekarang pengembangannya lebih luas lagi menjadi urban farming tourism.
“Kampung sayur memang tidak berorientasi pada produksi, tapi untuk meningkatkan gizi keluarga, sejalan dengan program strategis penurunan angka stunting. Lewat sayur yang ditanam atau budidaya lele cendol berbasis kampung inilah, bahan pangan bergizi dapat tersedia setiap saat. Sekarang terus dikembangkan jadi wisata yang bisa meningkatkan ekonomi warga,” katanya.
Salah satu mahasiswa asal Universitas Hochschule Osnabrück Jerman, Ecem Selamoglu menceritakan pengalamannya setelah kunjungi Kampung Sayur Bausasran. Menurutya melihat langsung pertanian perkotaan, hingga membuat makanan olahan dari hasil panen merupakan pengalaman baru dan berkesan untuknya.
“Ini pengalaman berkesan yang akan saya ceritakan bahkan mungkin juga merekomendasikan ke teman-teman di Jerman untuk ke sini, merasakan langsung bagaimana proses urban farming sampai bisa membuat makanan dari hasil panen sendiri, warga di sini juga sangat ramah, baik dan menyenangkan,” ceritanya. (Jul)