Kota Yogya Maksimalkan 16 Ribu Titik Biopori Kurangi Sampah Organik   

GONDOMANAN- Gerakan mengolah limbah dan sampah dengan biopori ala Jogja (Mbah Dirjo) terus berkembang di masyarakat. Sejak digalakkan hampir dua minggu lalu, sudah ada sekitar belasan ribu titik biopori yang tersebar di Kota Yogyakarta. Untuk itu Pemerintah Kota Yogyakarta bakal memaksimalkan keberadaan biopori Mbah Dirjo guna mengurangi sampah organik.

Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan evaluasi gerakan Mbah Dirjo belum selesai karena baru berusia hampir 2 minggu. Tetapi pihaknya melihat gerakan Mbah Dirjo sudah mulai dapat berkontribusi terhadap penurunan sampah organik. 

“Kemarin laporannya ada sekitar 16.000 titik biopori yang kemudian bisa dimaksimalkan. Baik itu lama maupun baru bisa mengurangi sampah organik,” kata Singgih ditemui usai kegiatan operasi pasar di Pasar Beringharjo, kemarin.

Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo saat peluncuran gerakan Mbah Dirjo dengan biopori ala Jogja di wilayah Umbulharjo.

Singgih menyebut dari hasil perhitungan keberadaan biopori tersebut bisa mengurangi sampah organik berkisar 30-40 ton/hari. Menurutnya target gerakan Mbah Dirjo diperkirakan bisa mengurangi sekitar 25-30 persen atau sekitar 60 ton. Volume sampah di Kota Yogyakarta sekitar 200 ton/hari. Sekitar 100 ton dari jumlah itu dibawa ke TPA Piyungan dan 15 ton ke Kulonprogo sehingga sisanya harus diselesaikan bersama masyarakat.

“Kita menyentuhnya di hulu karena pemilahan dan pengolahan sampah itu sebaiknya memang di hulu. Nah yang residu memang kemudian kita lakukan pengelolaan di tingkat hilir,” paparnya.

Singgih menegaskan, Pemkot Yogyakarta menggerakkan Mbah Dirjo tidak hanya kepada masyarakat. Bahkan kepada pegawai dan karyawan di Pemkot Yogyakarta dengan program Sowan Mbah Dirjo yakni melakukan pemilahan dan pengolahan sampah dengan biopori.

Lubang biopori dibangun warga di wilayah di Kampung Tukangan. 

Pengolahan sampah mandiri juga dilakukan dinas terkait yang mengelola pelayanan publik. Salah satunya di pasar-pasar yang diampu Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta juga melaksanakan gerakan Mbah Dirjo. Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta, Veronica Ambar Ismuwardani menyampaikan tiap pasar sudah membuat biopori dengan berbagai ukuran.

“Target kita 70 biopori dengan berbagai  macam keluasan dan besaran Mulai dari yang regular kapasitas setengah ton. Sampai yang besar di Pasthy (Pasar Satwa Tanaman Hias Yogyakarta) itu satu ton. Ada empat titik di Pasthy yang bisa kita isi, volumenya satu ton jadi ada empat ton. Nanti kita siapkan di sana dengan program Mbah Dirjo,” jelas Ambar.

Dia menyatakan sampah organik yang paling banyak dihasilkan di Pasar Giwangan. Mengingat Pasar Giwangan adalah pasar induk sayur dan buah. Meski demikian, Vero mengutarakan Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta sudah membangun Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di Pasar Giwangan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan anorganik dengan pemilahan. Termasuk membuat sejumlah biopori di Pasar Giwangan.

Sejumlah biopori juga dibuat Dinas Perdagangan di Pasar Giwangan untuk mengelola sampah organik.

Ambar menjelaskan volume sampah di pasar telah berkurang dengan gerakan zero sampah anorganik dan Mbah Dirjo. Dari awalnya berkisar 26-30 ton lalu dengan gerakan zero sampah anorganik berkurang menjadi sekitar 17 ton. Kemudian ada edukasi ke pedagang agar memilah sampah dan membawa pulang sampah organik serta gerakan Mbah Dirjo, kini volume sampah dari pasar tinggal 7 sampai 8 ton.(Tri)