Volume Sampah dari Yogya ke TPA Piyungan Terus Berkurang

UMBULHARJO- Volume sampah dari Kota Yogyakarta yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan berkurang menjadi sekitar 95 ton/hari. Penurunan volume sampah itu salah satunya berkat program Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) yang digencarkan Pemerintah Kota Yogyakarta bersama masyarakat.

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan berdasarkan laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta ada penurunan volume sampah yang dikirimkan ke TPA Piyungan. Sebelumnya volume sampah dari Kota Yogyakarta bisa mencapai sekitar 100-130 ton/hari. Sekitar 15 ton di antaranya dibawa ke Kulonprogo. Selama TPA Piyungan beroperasional terbatas, Kota Yogyakarta mendapat alokasi sampah maksimal 100 ton/hari.

“Ini (sampah) yang ke Piyungan kemarin menurun sampai 95 ton. Ini salah satunya keberhasilan dari program Mbah Dirjo. Artinya sampah yang diproduksi dari masyarakat berkurang,” kata Singgih saat jumpa pers di Balai Kota Yogyakarta, Senin (21/8/2023).

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo saat memberikan penjelasan terkait perkembangan pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta. 

Gerakan Mbah Dirjo yang diluncurkan pada akhir Juli 2023 sampai kini telah menghasilkan sekitar 16.000 biopori yang dibuat masyarakat bersama Pemkot Yogyakarta. Pihaknya menargetkan gerakan Mbah Dirjo bisa berkontribusi mengurangi sampah berkisar 20-30 persen dari total volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta sekitar 200 ton/hari. Volume sampah itu sudah berkurang sekitar 100 ton dengan adanya Gerakan Zero Sampah Anorganik dari sebelumnya mencapai sekitar 300 ton/hari pada tahun 2022.

“Kami akan terus kami kembangkan biopori dengan berbagai macam varian yang ada. Baik ember tumpuk, biopori, losida, biolos dan sebagainya, menyesuaikan kondisi masing-masing rumah,” ujarnya.

Singgih menyatakan, Pemkot Yogyakarta juga akan mencoba mengembangkan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di selatan TPS 3R di Nitikan. Termasuk mengoptimalkan pengelolaan sampah mandiri yang sudah dilakukan masyarakat selama ini seperti TPST Karangmiri di Giwangan, pengelolaan sampah di Rusunawa Bener dan pengolahan sampah dengan biokonversi maggot di Kandang Maggot Jogja di wilayah Kricak.

Singgih saat meninjau tempat pengelolaah sampah di Rumah Susun Sewa di Bener.

“Kita akan coba lagi itu pengembangan TPS 3R. Nanti kita kembangkan karena kita masih punya lokasi di selatannya. Untuk TPST Karangmiri supaya nanti bisa dikembangkan agar bisa memenuhi atau menyelesaikan sampah paling tidak di level Kelurahan Giwangan,” terang Singgih.

Selain itu pemilahan dan pengolahan sampah juga dilakukan di lingkup organisasi perangkat daerah Pemkot Yogyakarta. Dicontohkan Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta bisa mengurangi volume sampah di pasar-pasar di Kota Yogyakarta. Meski demikian masih ada temuan tumpukan sampah di tepi-tepi jalan walaupun depo-depo sampah sudah dibuka dan pengangkutan sampah oleh DLH Kota Yogyakarta.

“Saya mohon sekali kepada masyarakat yang masih melakukan pembuangan sampah di pinggir jalan di tempat tempat yang tidak semestinya. Ini bisa diarahkan ke depo yang terdekat setelah dilakukan pemilahan,” tambahnya.

Pengangkutan tumpukan sampah liar yang dibuang di tepi jalan oleh petugas DLH Kota Yogyakarta. 

Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar tidak membakar sampah karena bisa berkontribusi pada pencemaran udara dan lingkungan di Kota Yogyakarta. Singgih menyebut pada minggu lalu kualitas udara di Kota Yogyakarta. berdasarkan pemantauan alat dari DLH Kota Yogyakarta masuk pada kategori sedang.

Sebelumnya Kepala DLH Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto menyampaikan depo-depo sampah di Kota Yogyakarta sudah dibuka dengan jam operasional terbatas. Total ada 14 depo sampah di Kota Yogyakarta. Selama darurat sampah, armada pengangkut sampah DLH Kota Yogyakarta juga berkeliling rutin mengangkut sampah di jalan. Namun pihaknya menyayangkan titik sampah liar di jalan masih muncul setelah pembersihan dan pengangkutan sampah.

“Kami keliling rutin dan menuju titik timbunan, depo dan TPST. Yang saya lihat masyarakat sekitar sepertinya belum sepenuhnya membackup (mengingatkan) di sekitar mereka ada yang membuang sampah sembarangan. Kami harap RT, RW, tokoh setempat, lurah dan mantri pamong praja juga ikut menjaga agar lingkungan teritorialnya masing-masing tidak semakin banyak sampah di jalan,” tandas Sugeng. (Tri)