Musim Kemarau Berkepanjangan Pengaruhi Kualitas Udara Yogya

Gondokusuman - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta terus melakukan pemantauan kualitas udara di Kota Yogyakarta. Pemantauan ini dilakukan di beberapa tempat diantaranya di sekitar Tugu Yogyakarta, Tamansari, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Dinas Kebudayaan DIY.

Dari hasil pemantauan kualitas udara dalam kategori baik-sedang. Salah satu penyebab kualitas udara mencapai sedang  diakibatkan oleh musim kemarau berkepanjangan.

Pemantauan ini menggunakan mobil laboratorium kualitas lingkungan, untuk melihat kualitas udara dan air.

Analis Kebijakan DLH Kota Yogyakarta, Intan Dewani mengatakan, pengambilan sampel dilakukan dengan metode active sampler menggunakan alat impinger untuk parameter gas NO2, SO2, O3.

Selain parameter gas, dilakukan juga pengukuran parameter meteorologis untuk mengetahui suhu, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin maupun arah angin menggunakan thermo hygrometer dan anemometer. 

Mobil laboratorium kualitas lingkungan milik DLH Kota Yogyakarta untuk memantau kualitas udara dan air di Kota Yogyakarta.

"Mobil ini tidak setiap hari digunakan, pastinya melihat situasi dan kondisi untuk melihat kualitas udara di beberapa titik di Kota Yogya,"jelas Intan Dewani saat diwawancara di ruang kerjanya, Senin (23/9).

Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat polusi suara di lokasi seperti permukiman dan jalanan dilakukan juga uji kebisingan menggunakan alat sound lever meter. 

“Jika sudah memiliki sample maka selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses pengujian lebih lanjut. Seluruh hasil uji nantinya akan digunakan Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai dasar perumusan berbagai kebijakan dalam upaya pengendalian pencemaran udara di wilayah kota Yogyakarta,”ungkapnya.

Pihaknya mengatakan, sejak bulan Agustus hingga akhir September 2023 masih dibawah angka 50 Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) pada beberapa parameter, sedangkan untuk parameter PM2,5 atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer) melampaui angka 50 IPSU dengan hasil baik-sedang.

"Pemantauan sesaat satu jam tidak dapat menjadi acuan kualitas udara untuk seluruh kota Yogyakarta, tetapi kita memiliki alat Air Quality Monitoring System (AQMS) atau sistem pemantau kualitas udara dengan jarak 5 kilometer dengan pemantauan selama 24 jam lebih efektif untuk mengukur kualitas udara di Kota Yogya,"ungkapnya.

Ia mengungkapkan, kualitas udara di Kota Yogyakarta meningkat bisa diakibatkan aktivitas industri, transportasi, dan urbanisasi yang menyebabkan peningkatan emisi polutan.

Air Quality Monitoring System (AQMS) atau sistem pemantau kualitas udara dengan jarak 5 kilometer dengan pemantauan selama 24 jam lebih efektif untuk mengukur kualitas udara di Kota Yogyakarta.

Untuk itu, perlunya dilakukan mitigasi polusi udara, seperti mengurangi emisi kendaraan maupun meningkatkan kesadaran masyarakat.

Sehingga harapannya, dengan demikian dapat ikut menjaga kualitas udara bagi kesehatan dan lingkungan. "Saya berharap, semua pihak terkait, perlu membuat kebijakan untuk saling melengkapi menjaga kualitas udara khususnya di Kota Yogyakarta,"ungkapnya. (Hes)

 

*Beberapa foto merupakan dokumentasi DLH Kota Yogyakarta.