Perkuat Peran Sekolah dan Orang Tua Atasi Kekerasan pada Anak
Tegalrejo - Kesadaran terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak di Kota Yogyakarta dapat dikatakan sudah semakin baik, karena saat ini masyarakat lebih terbuka untuk melapor dan mengakses layanan perlindungan anak.
Hal itu dikatakan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogyakarta Udiyati Ardiani, saat ditemui usai kegiatan Psikoedukasi Seks sebagai Upaya Pencegahan Tindak Kekerasan kepada Siswa-Siswi SDN 1 Jetis, di Kebun Markisa Blunyahrejo pada Jumat (13/10).
Pihaknya mengatakan jumlah kasus kekerasan pada anak di Kota Yogya hingga September 2023 sejumlah 66 kasus, angka tersebut naik jika dibandingkan dengan tahun 2022 sebanyak 55 kasus.
“Kalau secara angka jumlah kasus yang tercatat, dilaporkan, dan ditangani langsung oleh UPT PPA Kota Yogya di tahun 2023 memang bertambah, tapi ini dapat diartikan juga bahwa makin banyak masyarakat yang peduli untuk melapor, sadar dan paham jika mengalami kekerasan atau mengetahui ada tindak kekerasan harus melakukan apa,” ujarnya.
Untuk itu sebagai upaya pencegahan dan juga penguatan, lanjut Udiyati, UPT PPA bersama Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga secara berkelanjutan memberikan edukasi seks kepada anak-anak, mengenai bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, apa yang harus dilakukan ketika mereka mendapat perlakuan yang tidak baik, melalui materi pembelajaran interaktif.
“Kebanyakan kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan tempat tinggal, tapi kami lakukan upaya pencegahan ini selain di wilayah juga melalui sekolah, supaya integrasinya semakin baik dan memperkuat peran orang tua juga pihak sekolah, dalam melindungi dan memenuhi hak anak,” terangnya.
Pihaknya juga menyampaikan, jenis kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Kota Yogya sejauh ini terbanyak adalah kekerasan psikis dan fisik, yang tempat kejadiannya didominasi di rumah atau tempat tinggal lingkungan terdekat anak. Dengan faktor penyebab ketidaktahuan dan pemahaman anak berkaitan edukasi seks, juga peran orang tua di rumah.
“Peran orang tua ini sangat penting karena waktu yang dihabiskan anak lebih banyak di rumah, di sekolah hanya beberapa jam, untuk itu kami menghimbau dan mengajak para orang tua agar dapat membangun kelekatan dengan menjalin komunikasi yang terbuka, karena perlindungan anak paling utama adalah dari keluarganya,” pesannya.
Udiyati juga menambahkan, setiap kasus kekerasan anak yang ditangani UPT PPA, melibatkan orang tua korban yang juga diberikan pendampingan terkait pola asuh, untuk membersamai anak setelah melalui proses konseling dan sudah berdamai dengan apa yang dihadapi.
Sementara itu Kepala SDN 1 Jetis Suwarti mengungkapkan, upaya pencegahan kekerasan pada anak di sekolah tidak hanya melibatkan guru atapun pemerintah saja tapi juga partisipasi orang tua, untuk itu diperlukan kerja sama antar pihak bersama-sama memberikan perlindungan terbaik untuk anak.
“SDN 1 Jetis merupakan Sekolah Ramah Anak, yang juga melibatkan orang tua murid secara rutin untuk kami berikan sesi parenting, untuk lebih memperkaya pengetahuan pola asuh dalam membersamai dan memantau tumbuh kembang anak, dan mencegah terjadinya kekerasan maupun pelecehan pada anak,” ungkapnya.
Suwarti juga mengatakan, pemenuhan dan perlindungan hak anak di sekolah sudah menjadi kewajiban yang juga terdapat pada instrumen asesmen nasional dari Kemendikbud, meliputi pengukuran literasi membaca dan numerasi, lingkungan proses belajar mengajar dan refleksi karakter murid.
“Jadi indikator penilaian satuan pendidikan tingkat SD tidak hanya dari bidang akademik saja, tapi juga bagaimana sekolah bisa menjadi tempat belajar yang inklusif, memiliki lingkungan yang aman dalam menumbuh kembangkan karakter murid,” katanya. (Jul)