Percepatan Penurunan Stunting Kota Yogya Fokus pada Pencegahan

Umbulharjo – Hingga akhir September 2023 tren angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta berada pada angka 12 persen dengan harapan di akhir tahun dapat terus ditekan.

Hal itu dikatakan Kepala Bidang KB dan Pembangunan Keluarga DP3AP2KB Kota Yogyakarta Herristanti pada Jumat (20/10) saat ditemui di Komplek Balaikota. Pihaknya menyampaikan upaya percepatan penurunan stunting dilakukan dengan intervensi sensitif dan spesifik, dengan melibatkan lintas sektor dari tingkat kelurahan hingga kota dalam menyasar 5 kelompok, yang targetnya tahun 2023 prevalensi stunting lebih rendah dari 13,8 persen yang terjadi di tahun 2022.

“Remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca salin dan bayi di bawah dua tahun atau baduta, menjadi sasaran Tim Pendamping Keluarga atau TPK yang terdiri dari unsur kader KB, kader PKK dan bidan dalam melakukan serangkaian kegiatan untuk pencegahan dan penanggulangan stunting,” jelasnya.

Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Yogyakarta.

Sejalan dengan itu Ketua Tim Kerja Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Iswari Paramita menjelaskan, Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS fokus utamanya adalah pada pencegahan, menyasar langsung penyebab terjadinya stunting yang didominasi sektor kesehatan.

“Secara umum ada tiga pintu masuk yang dapat menyebabkan terjadinya stunting, yaitu saat ibu hamil, berat bayi lahir rendah atau BBLR yaitu kurang dari 2.500 gram dan ketika bayi masuk masa MPASI. Untuk itu upaya preventifnya dimulai dari pencegahan anemia pada remaja putri, calon pengantin, ibu hamil juga ibu menyusui agar gizinya terpenuhi,” terangnya.

Paramita mengatakan, 18 puskesmas di Kota Yogyakarta yang menjadi bagian dari TPPS juga secara konkret memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri melalui sekolah, serta ibu hamil sejak pemeriksaan pertama, dikarenakan pengidap anemia berisiko lebih besar melahirkan berat bayi lahir rendah dan stunting.

“Rata-rata di Kota Yogyakarta kasus anemia pada remaja putri berada di angka 25 persen, dengan harapan upaya deteksi dini cakupannya lebih luas sehingga bisa dilakukan penanganan dan pengobatan yang tepat,” ujarnya.

Foto: pemberian imunisasi dasar pada bayi.

Pencegahan stunting, tambah Paramita, juga berkaitan dengan seribu hari pertama kehidupan atau 1.000 HPK, yang merupakan masa awal kehidupan saat terbentuk janin dalam kandungan selama 270 hari, hingga dua tahun pertama kehidupan selama 730 hari.

“TPPS sudah berjaga-jaga pada setiap pintu masuk terjadinya stunting, termasuk dengan Pemberian Makan Tambahan atau PMT yang merupakan program pemerintah kepada baduta yang terindikasi berat badan, tinggi badan dan status gizinya kurang, yang tentu dipantau terus perkembangannya hingga status gizinya naik,” tambahnya.

Pihaknya berharap setiap upaya percepatan penurunan stunting benar-benar bisa berdampak untuk menghasilkan anak-anak Kota Yogyakarta yang sehat, dengan didukung oleh seluruh sektor termasuk kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemenuhan gizi keluarga. (Jul)