Pemkot Libatkan Wilayah dalam Penanganan Kasus Kekerasan
UMBULHARJO - Sampai saat ini kasus kekerasan berbasis gender masih banyak terjadi dan tersebar di beberapa wilayah di Kota Yogyakarta. Hingga bulan September 2023, telah terjadi kekerasan terhadap perempuan sebanyak 165 kasus, dan laki-laki sebanyak 31 kasus.
Angka tersebut masih memprihatinkan, sebab dari ratusan kasus kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan terhadap istri dengan bentuk kekerasan fisik.
Plt Kepala Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta mengatakan, perlindungan terhadap perempuan dan anak diharapkan tidak hanya ditangani oleh pemerintah saja namun hingga ke wilayah.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 135 Tahun 2020 tentang pelimpahan sebagian kewenangan Walikota kepada Mantri Pamong Praja telah melimpahkan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Untuk mendukungnya, DP3AP2KB Kota Yogyakarta menyelenggarakan Seminar Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dengan tema ‘Gerak Bersama Perangi Kekerasan’.
“Diharapkan seminar ini dapat mendorong berbagai pihak baik pemerintah atau masyarakat untuk berpartisipasi dan menyuarakan pendapatnya. Serta dapat memberikan masukan bagaimana diwilayah dalam menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak,”ungkapnya.
Menurutnya, kegiatan ini sebagai upaya untuk pencegahan dan kampanye perlindungan perempuan dan anak di tingkat wilayah.
Selain itu, upaya menurunkan angka kekerasan perempuan dan anak di Kota Yogyakarta dengan mengkampanyekan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau 16 Days of Activism Against Gender Violence.
Dimana aksi ini merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia mulai dari tanggal 25 November hingga 10 Desember 2023 sekaligus sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono mengungkapkan, bukan hanya kekerasan yang diharapkan mengalami penurunan, namun juga sikap dan tindakan diskriminatif kepada perempuan yang harus diperhatikan.
Dengan Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak harapannya, semua mendukung bersama upaya untuk STOP budaya kekerasan.
Sehingga dapat menciptakan ruang aman bagi perempuan dan seluruh kelompok rentan baik di rumah, sekolah, tempat kerja, dan lingkungan sosial.
Jika terjadi segera untuk melapor kepada pemerintah melalui aplikasi SIKAP yang berada di Jogja Smart Service (JSS) untuk mendapatkan perlindungan dan penanganan yang tepat.
“Saya harap setelah acara ini, kita dapat benar-benar berkomitmen untuk melindungi segenap Perempuan Kota Yogyakarta dari segala bentuk kekerasan, demi mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota layak huni, aman, nyaman, dan berperspektif keadilan gender,”ungkapnya.
Salah satu warga Wirobrajan yang juga merupakan Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Yogyakarta Wuri Astuti mengungkapkan, perempuan harus diberdayakan namun lelaki juga harus memiliki wawasan yang cukup. Sehingga harapannya, kegiatan ini menghadirkan para laki-laki diharapkan dapat memperlakukan perempuan dengan adil.
“Saya senang hari ini banyak laki-laki yang hadir. Sehingga seminar ini juga dipahami oleh laki-laki. Dimana korban kekerasan kebanyakan dari perempuan, dan pelakunya adalah laki-laki. Semoga momen seperti ini bisa dilakukan banyak pihak,”ujarnya.
Pihaknya mengaku, di wilayahnya masih tinggi tindakan kekerasan pada perempuan dan anak. Ia berharap, upaya penurunan kekerasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi seluruh masyarakat.
“Stop kekerasan, mari bersama-sama membangun iklim yang kondusif untuk proses tumbuh kembang generasi kita yang harus kita perjuangkan ini. Tugas kita bersama semoga ke depannya banyak pihak yang bisa mendukung untuk menurunkan angka kekerasan pada perempuan dan anak,”jelasnya. (Hes)