Pemkot Yogya Perkuat Kewaspadaan Cacar Monyet ‘Mpox’
UMBULHARJO- Pemerintah Kota Yogyakarta memperkuat kewaspadaan terhadap potensi penyakit cacar monyet atau monkeypox (Mpox) di fasilitas pelayanan kesehatan. Penguatan itu sebagai tindak lanjut surat edaran Kementerian Kesehatan terkait peningkatan kewaspadaan Mpox. Meskipun tidak ada temuan kasus Mpox di Kota Yogya, tapi masyarakat diimbau waspada dan segera memeriksakan ke puskesmas maupun rumah sakit apabila mengalami gejala-gejala Mpox.
Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor: HK.02.02 /C/ 2160/2024 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap Mpox di pintu masuk pelabuhan dan bandar udara yang melayani lalu lintas domestik dan di wilayah, pada 20 Agustus 2024. SE itu dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan bagi pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, laboratorium kesehatan masyarakat, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, dan para pemangku kepentingan.
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Lana Unwanah mengatakan menindaklanjuti SE Kementerian Kesehatan itu, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta telah melakukan penguatan kewaspadaan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya puskesmas. Para tenaga medis diminta segera mengidentifikasi dan melapor apabila ada temuan gejala mirip Mpox.
“Bagi tenaga medis dan perawat yang menemukan gejala klinis mirip Mpox pada pasien segera melakukan identifikasi dan tatalaksana serta melaporkan kepada Dinas Kesehatan,” kata Lana saat dikonfirmasi pada Jumat (30/8/2024).
Dia menjelaskan Mpox merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus cacar monyet atau Monkeypox Virus (MPXV). Penyakit Mpox masuk dalam kelompok zoonosis yaitu penyakit yang bisa ditularkan melalui hewan seperti kera ke manusia atau sebaliknya. Kini penularan cacar monyet sudah berkembang antar manusia.
Penularan langsung bisa melalui kontak langsung dengan lesi atau cairan tubuh melalui ciuman, sentuhan, oral, penetrasi vaginal maupun anal dengan seseorang yang terinfeksi Mpox. Penularan tidak langsung bisa lewat benda yang terkontaminasi, seperti tempat tidur penderita. Lana menyebut tidak ada kasus MPox pada tahun 2024 di Kota Yogyakarta.
“Makanya untuk mencegah penularan Mpox ini caranya membatasi kontak dengan suspek atau orang positif Mpox dan hewan yang berisiko menularkan. Lakukan pembersihan dan desinfeksi lingkungan. Segera periksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila ada gejala Mpox,” paparnya.
Menurutnya penyakit Mpox ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung sekitar 2- 4 minggu. Tapi dapat berkembang menjadi berat hingga kematian. Gejala-gejala Mpox berupa demam, sakit kepala, sakit otot, nyeri bagian belakang tubuh, lemah tidak bertenaga dan bengkak kelenjar getah bening. Gejala khas Mpox adalah munculnya ruam pada wajah kemudian seluruh tubuh.
Pihaknya menegaskan kewaspadaan kasus Mpox di Kota Yogyakarta dilakukan. Mengingat frekuensi kunjungan dan mobilitas dari luar negeri yang tinggi dan adanya dugaan perubahan pola penularan melalui kontak atau interaksi langsung sebagaimana kasus di Negara Kongo pada tahun 2024.
“Kami menghimbau kepada warga Kota Yogyakarta yang pulang dari perjalanan ke negara endemis atau berinteraksi dengan komunitas berisiko dan merasakan gejala klinis seperti Mpox untuk segera ke puskesmas,” tambah Lana.
Secara terpisah Kepala Puskesmas Gedongtengen, dr Tri Kusumo Bawono menyampaikan puskesmas melakukan promotif dan preventif penyakit Mpox. Termasuk dalam penegakan diagnosis Mpox misalnya melakukan penyelidikan epidemiologi dengan mengambil spesimen dari cairan lesi untuk diproses di laboratorium. Jika positif Mpox tindak lanjutnya adalah isolasi.
“Penanganan pengobatan di puskesmas sesuai gejala yang dialami misalnya jika nyeri diberi obat nyeri, apabila gatal diberikan obat gatal. Penyakit Mpox ini lebih rentan pada pengidap HIV karena daya tahan tubuhnya lemah dan pada orang dengan orientasi seksual laki suka laki,” pungkas Tri Kusumo.(Tri)