Pengembangan dan Pelestarian KCB Kotabaru Berbasis Budaya dan Berdaya Ekonomi
Gondokusuman – Kota Yogyakarta yang hampir 70 persen wilayahnya merupakan Kawasan Cagar Budaya (KCB) memiliki tantangan dan potensinya tersendiri, bagaimana pemanfaatan dan pelestariannya harus seimbang untuk kepentingan budaya dan ekonomi masyarakat.
Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya dalam Talk Show Pengembangan Kawasan Cagar Budaya di Gendung PDIN beberapa waktu lalu. Pihaknya mengatakan salah satu strategi dalam pengelolaan kawasan budaya adalah dengan melibatkan langsung peran masyarakat sebagai pelestari.
“Dari 32,8 kilometer persegi luas wilayah Kota Yogyakarta hampir mencapai 70 persen itu masuk dalam kawasan cagar budaya atau satuan ruang strategis. Dari hal ini memunculkan potensi, daya saing dan juga tantangan, yang mana dalam pengembangan kawasan cagar budaya harus berada pada koridor konservasi menjaga aspek kelestariannya tapi juga mendatangkan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Pihaknya menyatakan salah satu KCB yang berdaya ekonomi dan punya potensi untuk menambah daya saing ekonomi adalah Kotabaru. Sebagai kawasan yang komplit dan memiliki nilai heritage, garden city, premium dan malam hari.
Sejalan dengan itu Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Wahyu Hendratmoko menjelaskan, KCB Kotabaru saat ini menjadi magnet besar untuk menambah variasi daya tarik pariwisata Kota Yogya. Sekaligus sebagai kawasan yang melengkapi dan menyangga kawasan Malioboro maupun Tugu, untuk memecah keramaian agar di sana tidak terlalu padat.
“Pergerakan wisatawan di kawasan Kotabaru pada bulan Agustus mencapai 500 ribu orang, dengan rata-rata belanja wisatawan sebesar Rp 200 ribu. Ini menjadi satu fakta bahwa pengembangan Kawasan Kotabaru benar-benar berdampak pada peningkatan pariwisata dan ekonomi masyarakat,” katanya.
Menurutnya dalam pengembangan KCB pada dasarnya tidak bisa dieksploitasi sebesar-besarnya, agar bisa dipertahankan dan bisa dinikmati di masa sekarang dan yang akan datang. Sehingga keterlibatan banyak pihak dari aspek pelestarian dan pengembangannya harus selaras.
“Kami melihat bahwa DNA Kawasan Kotabaru adalah atraksi di sore hingga malam hari, dengan banyaknya fasilitas yang tersedia. Sehingga unsur what to see, what to eat dan what to buy dapat terjawab dan bisa terus menyedot perhatian wisawatan. Seperti halnya melalui berbagai atraksi dan event yang telah dilakukan mulai dari Kotabaru Heritage Film Festival, Tour de Kotabaru, Kotabaru Ceria, Jogja Enjoy Music Asyik atau Jesica dan event lainnya,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti menyampaikan, pelestarian KCB merupakan sebuah investasi jangka panjang bagaimana kemanfaatannya secara kontekstual mampu menghidupkan dan menghidupi masyarakat.
“Mengaktivasi KCB melalui pendekatan budaya, sejarah maupun arsitektural bangunannya sudah diregulasi sedemikian rupa. Sehingga tentu saja ada batasan bagaimana KCB tida sebegitu massal pemanfaaannya, dengan catatan pengembangan dan pelestariannya harus dilakukan secara berkelanjutan,” terangnya. (Jul)