Pemkot Gandeng  Pelajar Untuk Antisipasi Stunting Sejak Dini

 



 

Umbuharjo - Angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta terus menunjukkan tren penurunan. Pada 2023, angka prevalensi stunting tercatat 11,76 persen, dan berhasil turun menjadi 11,27 persen pada 2024. Meski penurunan terlihat kecil, namun pencapaian ini sebagai hasil kerja keras yang luar biasa.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Iswari Paramita saat ditemui di Kantornya, Kamis (9/1/25).

 

Penurunan ini menunjukkan adanya kemajuan dalam program-program pencegahan stunting. Meski kecil, ini bukti bahwa pendekatan yang dilakukan sudah berada di jalur yang tepat. Pihaknya juga menyoroti peningkatan partisipasi masyarakat dalam program pengentasan stunting, dari 89 persen pada 2023 menjadi 92 persen pada 2024. 

 

"Kalau dilihat dari angkanya, masyarakat yang belum berpartisipasi kemungkinan besar anak-anak yang tidak bermasalah. Ini menjadi tantangan untuk memastikan seluruh keluarga, terutama yang berisiko, ikut serta dalam program ini," kata Paramita.

 

Pada tahun 2025, diproyeksikan terdapat 10.989 balita dengan 30 persen di antaranya adalah baduta. Seperti tahun sebelumnya, baduta tetap menjadi fokus utama program pencegahan stunting. "30 persen ini masih secara keseluruhan, kalau yang memiliki bermasalah gizi belum bisa dipastikan. Optimalisasi pencegahan sejak dini (di bawah 2 tahun) lebih efisien dalam mengurangi angka kasus stunting," tegasnya.

 

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif anak. Paramita menegaskan bahwa penanganan stunting tidak hanya fokus pada balita, tetapi juga pada remaja putri dan ibu hamil melalui berbagai program strategis.

 

Program pencegahan stunting di Yogyakarta tidak hanya menyasar balita, tetapi juga remaja putri sebagai langkah pencegahan dini, serta ibu hamil melalui pemantauan pertumbuhan anak sejak masa kehamilan. Langkah ini dipadukan dengan edukasi tentang ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan sinergi lintas sektor.

 

"Kami berencana memperkuat peran peer konselor atau teman sebaya dari kalangan remaja, OSIS di sekolah-sekolah tentu bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Pemuda (Dindikpora). Ini akan menjadi program jangka panjang, jadi masih awal-awal proses komunikasi, dan ini prosesnya masih panjang. Tapi harapannya remaja menjadi pelopor untuk menggerakkan kebiasaan baik, seperti konsumsi tablet tambah darah," jelas Paramita.

 

Para siswi SMPN 2 Kota Yogyakarta minum tablet tambah darah bersama dalam Gerakan Aksi Bergizi.

 

Paramita menjelaskan edukasi gizi diberikan kepada remaja putri untuk mencegah anemia, yang nantinya bisa menjadi salah satu faktor risiko stunting. Kasus anemia pada remaja putri berhasil ditekan dari 29,5 persen pada 2023 menjadi 25,67 persen pada 2024 melalui konsumsi tablet tambah darah.

 

“Program ANC terpadu untuk ibu hamil dan pemantauan pertumbuhan balita melalui posyandu terus diperkuat. Sweeping imunisasi juga dilakukan untuk memastikan cakupan yang optimal. Selain itu juga menargetkan peningkatan pemberian ASI eksklusif, yang saat ini berada di angka 79 persen, sedikit di bawah target nasional 80 persen,” lanjutnya.

 

Paramita menyebutkan penguatan edukasi terkait gizi juga dilakukan bekerja sama dengan TP PKK Kota Yogyakarta. “Penguatan ini untuk kader-kader PKK di kelurahan. Kami (Dinas Kesehatan) tidak bisa seutuhnya menggerakan wilayah-wilayah, tapi mereka (kader-kader PKK) yang bisa. Mereka yang berada dilingkungan itu tentu akan lebih mengerti kondisi dan kebutuhan,” tambahnya.

 

Pihaknya juga menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta mengalokasikan anggaran dari DAK Non Fisik untuk pemberian makanan tambahan (PMT) kepada ibu hamil dengan anemia atau kekurangan energi kronis (KEK), serta baduta yang mengalami masalah gizi. Danais juga diberikan kepada kelurahan untuk membantu keluarga yang berisiko stunting.

 

“DAK Non Fisik memiliki keterbatasan, sehingga membutuhkan dukungan dari berbagai sektor. Dengan kerja sama lintas sektor, perangkat daerah terkait termasuk korporasi, pengentasan masalah stunting akan lebih optimal," tegas Iswari. (Chi)