Peringatan HPSN 2025 Tajamkan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Yogya

 

Gondokusuman - Hari pertama setelah dilantik menjadi orang nomor satu di Kota Yogyakarta, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo pimpin deklarasi peduli sampah pada Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Kota Yogyakarta Tahun 2025 di Halaman SMP N 8 Yogyakarta, Jumat (21/2).

 

Pada kesempatan ini, Hasto Wardoyo mengajak seluruh elemen masyarakat Kota Yogyakarta untuk turut peduli terhadap permasalahan sampah. Pihaknya mencanangkan gerakan pengelolaan sampah yang lebih sistematis dan berkelanjutan.

 

"Hari ini, kita memulai Kick-Off Hari Peduli Sampah di Kota Yogyakarta. Ini bukan hanya sekadar seremoni, tetapi sebuah upaya nyata untuk mengubah cara pandang dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah," ujarnya.

 

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo memberikan arahan perangkat daerah perhatian terhadap permasalah sampah

 

Sebagai bagian dari strategi baru, Hasto Wardoyo meminta seluruh perangkat daerah melakukan refocusing atau penajaman prioritas dalam pengelolaan sampah. “Refocusing tidak harus uangnya, bisa juga perhatiannya. Misalnya, anggarannya sedikit, refocusingnya dari perhatian, fokus terhadap lingkungan,” tegasnya.

 

Pihaknya memberikan contoh Dinas Pekerjaan Umum (PU) kini tidak hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan, termasuk membersihkan sampah dan rumput liar. Dinas Pendidikan juga diminta untuk mengubah kebijakan yang sebelumnya mewajibkan siswa membawa pulang sampahnya. "Sekolah harus bisa mengelola sampahnya sendiri, sehingga tidak sekadar memindahkan masalah ke rumah," tambahnya.

 

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo juga menargetkan perubahan signifikan dalam 100 hari ke depan, bukan hanya dalam aspek tata kelola sampah, tetapi juga pola pikir dan perilaku masyarakat. 

 

"Kita harus menghilangkan fenomena sampah menumpuk di berbagai titik. Sampah yang terlihat adalah fenotip, tetapi akar masalahnya adalah genotip atau perilaku masyarakat yang belum peduli. Merubah perilaku memang butuh waktu, tetapi dalam 100 hari ini kita bisa mulai dengan mengatasi yang kasat mata," jelasnya.

 

Selain itu, peningkatan kapasitas pengolahan sampah di hilir menjadi fokus utamanya. Saat ini, sampah yang menumpuk di depo mencapai lebih dari 1.600 ton, sehingga kapasitas pengolahan sampah di hilir harus terus ditambah agar masalah ini bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang lebih cepat.

 

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Harmawan dan Kepala Sekolah SMPN 8 Yogyakarta Binarsih Sukaryanti mengunjungi booth penelitian ilmiah siswa siswi SMP N 8 Yogyakarta

 

"Target minimal kita adalah bisa mengolah 230 ton sampah per hari. Kalau di hilih hanya bisa menyelesaikan 50 ton akan sulit untuk menyelesaikan masalah sampah ini,” kata Hasto.

 

Sementara itu, Kepala SMP N 8 Yogyakarta, Binarsih Sukaryanti menjelaskan SMP N 8 Yogyakarta memiliki program Gerakan Literasi Zero Sampah (Gelizs Bhawara). Gerakan ini mengharuskan seluruh warga sekolah untuk tidak membuang sampah di sekolah, dengan cara mengurangi penggunaan plastik kemasan, botol plastik, alat makan sekali pakai, dan yang sejenis. Ia menyebutkan bahwa seluruh warga sekolah diminta untuk membawa peralatan makan maupun minum dari rumah yang dapat digunakan kembali sehingga meminimalisir adanya sampah di sekolah. 

 

“Kami punya slogan sampahku tanggung jawabku, jadi segala bentuk sampah yang dihasilkan masing-masing warga sekolah, menjadi tanggungjawab pribadi masing-masing. Misalnya, anak-anak membawa bekal menggunakan plastik, kemudian dibawa pulang itu bukan memindahkan masalah sampah ke rumah, tapi kalau tidak mau membawa sampah ke rumah ya tidak bawa sampah,” jelas Binarsih.

 

Kepala Sekolah SMPN 8 Yogyakarta, Binarsih Sukaryanti

 

Pihaknya mengungkapkan bahwa sekolah tidak lagi menyediakan fasilitas tempat sampah untuk membuang sampah. Tujuannya adalah seluruh warga sekolah tidak lagi menggunakan bahan-bahan sekali pakai yang menimbulkan sampah, melainkan beralih pada alat-alat yang dapat digunakan kembali.

 

“Proses ini tidak sebentar, kami bertahap. Dari pemilahan sampah, kemudian menyediakan tempat sampah hanya lima titik sampai sekarang tidak lagi menyediakan tempat sampah,” tuturnya. (Chi)