Kelurahan Baciro Pentaskan Tari Dhadung Awuk

Paguyuban Seni   Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman  menampilkan pentas kolaborasi kethoprak Dhadung Awuk  dengan lakon “Kerebet Tanding  yang berlatar belakang cerita babad Demak Bintoro berkolaborasi dengan kesenian jathilan dan hadroh pada, Jumat  malam (26/9) bertempat di Ruang Terbuka Hijau Publik Kelurahan Baciro.

 Ketua Pelaksana, Sarjono  mengucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak sehingga acara ini dapat terselenggara. Kegiatan potensi budaya ini  akan terus digelar sehingga ke depan  potensi budaya ini dapat menjadi even tahunan.

“Kami bertekad untuk melestarikan  kesenian tradisional ini,  apalagi ini adalah kesenian yang sudah langka. Kesenian tradisional ini  adalah seni warisan budaya leluhur sehingga kitalah yang harus melestarikannya,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Eko Suryo Maharsono mengatakan Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman memiliki potensi budaya beragam, salah satunya adalah kesenian tradisional drama tari Dhadung awuk yang saat ini sudah jarang dipentaskan namun masih hidup ditengah masyarakat.

Drama tari Dhadung Awuk merupakan tarian tradisional rakyat  yang berfungsi sebagai tontonan. Semula drama tari ini hanya dilakukan oleh laki-laki, namun saat ini penari putri juga sudah melakukannya dengan jumlah pemain drama sekitar 15 orang.   Pada awalnya  instrument yang mengiringi kesenian ini hanya  dua angklung,  satu  kendang batangan, terbang pun satu buah. Uniknya, disela-sela  instrument ada tiga orang sebagai gerong (wiraswara). Namun dalam perkembangannya  saat ini sudah menggunakan seperangkat alat seni berupa klenthing dibalut karet (pekbung). Instrument ini semula dimainkan di bawah emper atau pinggiran rumah.

            Dalam seni tari ini peranan laki-laki menggunakan posisi kaki terbuka sedang perempuan menggunakan kaki tertutup. Posisi lengan laki-laki sedang kadang-kadang menggunakan posisi tinggi sedang posisi lengan wanita rendah. Para penari menggunakan pakaian realitas atau non realitas yaitu  memakai pakaian Jawa ada yang buka baju, kemudian penari wanita memakai gelung rambut biasa. Dalam tehnik tarinya kelihatan pengaruh wayang orang terbukti dari bentuk tangan menggunakan posisi ngruji, nyempurit dan ngepel dan juga ragamnya antara kalang kinantang dan kembeng, bapangan. Dialog yang digunakan dalam kesenian ini adalah Bahasa Jawa. (TS)