Keluhkan Kenaikan Pajak, Wali Kota Upayakan Solusi Pengembangan Usaha

Umbulharjo - Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta, kembali menyambut hangat masyarakat yang datang ke Balai Kota Yogyakarta untuk mencurahkan keluh kesah mereka dalam acara Open House, Rabu (19/3).
Salah satu warga yang hadir adalah Sani Putri (73), warga Tegalrejo, berkunjung sejak jam 5 pagi mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk rumah heritage miliknya. Ia mengungkapkan bahwa pajak rumahnya terus meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
"Awalnya naik Rp2 juta saat pandemi, lalu menjadi Rp3 juta. Dua tahun berikutnya naik lagi menjadi Rp5 juta, dan sekarang sudah mencapai Rp7 juta. Padahal, rumah saya adalah rumah heritage yang sudah berusia 117 tahun dan telah mendapat SK Gubernur," ujar Sani Putri.
Ia juga menambahkan bahwa selain pajak yang tinggi, biaya perawatan rumah heritage sangat besar, bahkan bisa mencapai Rp20–25 juta per bulan. Sebagai pengrajin batik, ia berharap ada kebijakan yang lebih berpihak kepada pemilik rumah heritage agar tidak semakin terbebani pajak yang tinggi.
Sani Putri mengungkapkan keluh kesahnya
“Saya memahami bahwa proses ini membutuhkan waktu lama, bahkan bisa lebih dari lima tahun ke depan. Namun, sebagai warga, saya tetap berupaya menyuarakan aspirasi saya, termasuk dengan berani melakukan audiensi. Saya selalu menghargai setiap kesempatan untuk berdiskusi dan berharap ada solusi yang lebih konkret di masa depan,” kata Sani Putri.
Sani Putri juga memberikan apresiasi kepada Wali dan Wakil Wali Kota Yogyakarta yang telah mau mendengarkan keluh kesah masyarakat. “Ini sangat bagus dan positif sekali yaa, jadi pemerintah bisa membuat kebijakan yang berpihak pada kami,” tambahnya.
Antrian warga saat open house
Menanggapi keluhan tersebut, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa revisi pajak baru bisa dilakukan beberapa tahun kedepan. Namun, ia memahami keresahan warga terkait kenaikan pajak dan menawarkan solusi lain untuk membantu perekonomian masyarakat, khususnya bagi pengrajin batik.
"Sayang sekali ada 65.000 pelajar di Kota Yogya yang belum memakai batik Segoro Amarto. Kami berencana membuat peraturan wali kota (Perwal) agar pelajar Kota Yogyakarta wajib menggunakan batik Segoro Amarto, dan produksinya harus dilakukan di Kota Yogya. Dengan begitu, para pengrajin, termasuk ibu, bisa ikut memproduksi batik cap secara massal," ujar Hasto.
Rencana kebijakan ini tentu akan mendukung promosi batik lokal, jika seluruh pelajar membeli batik produksi Yogyakarta daripada batik printing dari luar daerah. Dengan tegas, Hasto menolak kebijakan yang hanya menguntungkan produksi luar daerah, sementara pengrajin lokal masih kesulitan.
"Kalau soal revisi pajak, memang ada proses yang harus ditempuh dan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Tapi saya ingin mencari cara lain agar ibu bisa tetap mendapatkan penghasilan untuk membayar pajak. Salah satunya dengan memproduksi batik secara massal dan menjualnya kepada pelajar di Yogya, daripada mereka membeli batik printing dari daerah lain," jelasnya.
Selain itu, langkah ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan warga, terutama pengrajin batik bahkan mengurangi pengangguran. Selain itu, ia juga menyebut kemungkinan membentuk koperasi bersama warga untuk membantu pemberdayaannya.
Hasto Wardoyo menanggapi keluh kesah warga
Lebih lanjut, Hasto juga menyampaikan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan kunjungan langsung ke lokasi rumah Sani Putri untuk melihat kondisi sebenarnya. Ia berharap dengan adanya koperasi dan kebijakan baru ini, pengrajin batik bisa mendapatkan imbalan yang layak dan tetap dapat menjaga warisan budaya yang mereka miliki.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Harmawan mengatakan open house yang ketiga, partisipasi hampir 30 kelompok yang hadir. Dalam kegiatan ini, pihaknya mendengarkan berbagai permasalahan serta aspirasi yang disampaikan, baik secara pribadi maupun mewakili organisasi. Para peserta menyampaikan beragam masukan, baik berupa kritik, saran, maupun permohonan kepada pemerintah.
“Kami dapat mendengar keluhan, masukan, serta permohonan mereka secara langsung, yang kemudian akan kami tindak lanjuti melalui dinas terkait. Kami berusaha menindaklanjuti setiap masukan dengan cepat. Dalam satu minggu kami melakukan proses verifikasi, sehingga pada minggu berikutnya sudah ada tindak lanjut atau solusi yang diberikan. Dengan sistem ini, masyarakat mendapatkan respons yang lebih cepat dan efektif,” terang Wawan.
Audiensi bersama warga
Kegiatan open house ini mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat. Setiap minggunya, peserta yang hadir cukup banyak, dengan sesi yang berlangsung sejak pukul 05.30 WIB pagi hingga sekitar pukul 09.00 WIB. (Chi)