Konsumsi Daging Meningkat, Pemkot Intensifkan Pengawasan Pangan di Bulan Ramadan

UMBULHARJO - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) terus berupaya menjaga kualitas pangan asal hewan yang masuk ke Kota Yogyakarta. Hal ini didukung dengan operasi penegakan Perda Kota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pemotongan Hewan dan Penanganan Daging di beberapa pasar utama di Kota Yogyakarta.
Ketua Tim Kerja Pengawasan Mutu Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Yuanita Ari Astuti mengungkapkan, hari ini pada pukul 03.00 WIB dini hari, Rabu (19/3) telah diselenggarakan, kegiatan pembinaan pengawasan pangan segar asal hewan dalam hal ini menyasar pada daging merah yang berada di Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta.
DPP Kota Yogyakarta menggandeng Dinas Perdagangan, dan Satuan Polisi Pamong Praja untuk dilakukan pengawasan pangan segar asal hewan di lima titik lokasi pasar yakni di Pasar Beringharjo, Pathuk, dan Kranggan, Sentul, serta Pasar Kotagede. Dari hasil pengawasan tidak tidak ditemukan pelanggaran penegakan perda tersebut.
“Semenjak ramadan peningkatan daging masuk ke Kota Yogyakarta cukup signifikan. Selain dilakukan pengawasan pelaku usaha juga mengikuti pemeriksaan produk pangan asal hewan dengan herkeuring yang ada di Pos Herkeuring RPH Giwangan, ” ungkapnya.
Pihaknya menyebutkan, sampai saat ini ada 24 pelaku usaha yang membawa daging dari luar daerah melalui posko herkeuring.
Tambahnya, selain melakukan pengawasan, DPP Kota Yogyakarta juga melakukan pembinaan dan edukasi higiene sanitasi ke penjual yang ada di pasar-pasar tradisional.
“Kami memberikan edukasi terkait higiene sanitasi yang diterapkan oleh pedagang seperti melihat lapak selalu bersih, daging dan jeroan tidak dicampur atau terpisah, alat yang digunakan seperti talenan/pisau terbuat dari kayu selalu dicuci bersih usai jualan hingga mengajak higiene pedagang seperti menggunakan celemek dan sarung tangan,” ujarnya.

Pihaknya menyebutkan, sampai tanggal 18 Maret 2025, jumlah daging yang masuk ke Kota Yogyakarta diantaranya daging sapi rata-rata per hari sebanyak 2.650 kg. Sedangkan untuk daging babi rata2 per hari sebanyak 1.700 kg. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan terus menerus oleh DPP Kota Yogyakarta.
Selaras dengan hal tersebut, Medik Veteriner Pertama DPP Kota Yogyakarta, Drh. Praditya menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pangan asal hewan untuk mencegah masuknya bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Menurutnya, daging hewan sangat rentan terhadap pencemaran, baik dari lingkungan sekitar maupun kebersihan tempat pengolahan, yang dapat mengarah pada terjadinya keracunan makanan (food poisoning).
"Faktor utama yang menyebabkan pencemaran pada daging hewan adalah lingkungan yang tidak bersih, yang bisa menjadi tempat berkembangnya bakteri seperti Bacillus dan Staphylococcus, yang sangat berisiko bagi kesehatan," ujarnya.
Pencemaran bakteri ini sering kali tidak terlihat oleh mata manusia, namun dapat berakibat fatal jika daging yang terkontaminasi tersebut dikonsumsi tanpa pengolahan yang tepat.
Meskipun telah dilakukan pengujian terhadap daging di laboratorium, namun hasil pengujian terhadap jumlah cemaran bakteri secara spesifik masih terbatas.
"Saat ini, kita belum dapat melakukan uji laboratorium yang lebih akurat untuk mengetahui jumlah cemaran bakteri secara spesifik, laboratorium Dinas Pertanian dan Pangan baru bisa dilakukan uji lempeng total atau TPC (Total Plate Count), yang hanya bisa menghitung jumlah bakteri yang ada pada bahan makanan dan belum bisa mengidentifikasi jenis spesies bakteri yang ada," tambahnya.
Ia berharap, ke depannya akan ada uji kuantitatif identifikasi dan isolasi bakteri, agar bisa membedakan jenis-jenis bakteri yang ada dan memahami dampaknya terhadap kesehatan. "Proses isolasi dan identifikasi bakteri yang lebih selektif akan memberikan gambaran lebih jelas tentang potensi penyakit yang ditimbulkan, terutama terkait dengan masalah sanitasi di tempat pengolahan daging," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, DPP Kota Yogyakarta juga melakukan beberapa pengujian pemalsuan daging atau uji spesies menggunakan spesies test kit di Pasar Beringharjo dan Pasar Kotagede untuk memeriksa kemungkinan adanya cemaran spesies atau pemalsuan pada daging yang beredar. Hasilnya,lokasi penggilingan daging yang diperjualbelikan di kedua pasar tersebut dinyatakan negatif dari cemaran bakteri yang berbahaya. "Kami berharap para pedagang dan pengelola pasar dapat terus menjaga kebersihan dan konsistensi dalam menjaga mutu serta keamanan pangan, agar pangan yang dijual kepada konsumen benar-benar aman dikonsumsi," jelas Praditya.

Sementara itu, terkait dengan penggilingan daging non-halal, Praditya mengungkapkan, di Kota Yogyakarta belum ada penggilingan daging yang secara khusus menangani daging non-halal, meskipun ada upaya untuk terus mencari solusi terbaik terkait hal ini. "Harapannya, para penggilingan daging dapat lebih tertib dan menjaga kualitas serta kehalalan produk yang mereka hasilkan. Semua pihak, termasuk pedagang dan pengelola pasar, diharapkan dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan sehat untuk konsumsi pangan," imbuhnya. (Hes)