Ribuan Warga Berebut  Sedekah Raja, Aminah : Untuk Taru Di Rumah dan Kebun

Ribuan warga berebut gunungan  pada puncak Perayaan Sekaten tahun Ehe 1948./2015 masehi  Peristiwa ini dikenal sebagai Garebeg Sekaten.  Garebeg Sekaten ditandai dengan keluarnya 7 buah gunungan Sekaten yang dipersembahkan Raja Keraton Yogyakarta kepada warga masyarakat  untuk diperebutkan. Ketujuh gunungan itu   terdiri atas  Gunungan Lanang ( laki ) sebanyak 3 buah, gunungan Wadon ( perempuan ) sejumlah 1 buah, Gunungan Gepak (1), gunungan Dharat (1), dan Gunungan Pawuhan  1 buah, serta 1 buah gunungan Picisan. 

Ketiga gunungan Lanang dibawa ketiga tempat berbeda yakni satu buah ke Kadipaten Puropakualaman, satu buah dibawa ke Kepatihan atau Kantor Gubernur DIY, dan satu buah  lagi dibawa bersama  keempat gunungan lain oleh para prajurit Bugis dan Surokarso ke halaman  masjid besar Kauman Yogyakarta. Setelah dilakukan penyerahan Hajad Dalem Gunungan oleh Abdi Dalem Sipat Bupati utsan Sri Sultan didoakan oleh Kyai Abdi Dalem Penghulu Keraton Yogyakarta KRT. Kamaludinningrat, ketujuh gunungan ini diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat pada Sabtu,(03/01/15) siang.

Gunungan Sekaten yang merupakan sedekah Dalem ini  terbuat dari berbagai hasil bumi seperti sayur-sayuran, umbi-umbian, dan berbagai jenis makanan jadi yang sudah diolah. Berbagai hasil bumi itu  kemudain disusun  meninggi dan mengerucut menyerupai bentuk gunung. Prosesi pembuataanyapun dilakukan secara khusus dengan sebuah upacara yang disebut Tumplak Wajik. Upacara ini dilakukan di Pawon Hageng yang terletak di halaman Bangsal Kemagangan pada tanggal 8 Maulud.

Prosesi keluarnya gunungan  dari Keraton Yogyakarta  diawali dengan persiapan para prajurit Keraton  sejumlah 10 pasukan ( bergada )  pada pukul 06.00 wib di sisi barat Pagelaran Kraton Yogyakarta atau Bangsal Pracimosono.  Mereka menanti  kehadiran  pembawa bendera ( Juojo Doro) dan pendampingnya _dari kesepuluh pasukan ini_ yang sedang melaksanakan tugas meminta (nyandhong)  bendera  ke Keraton Yogyakarta.  Setelah mendapatkan bendera  para pembawa bendera kembali  Pracimosono. Setibanya di Pracimosono, para prajurit yang telah mananti memberikan penghormatan kepada bendera bendera tersebut.  Hadir pula pada saat itu Manggala Yudha yakni  pimpinan tertinggi prajurit Keraton Yogyakarta GBPH. H. Yudhaningrat didampingi para abdi dalem pembawa ampilan.

Setelah semuanya telah siap, Manggala Yudha yang didampingi  oleh abdi dalem  dan Pandego diikuti 10 pasukan prajurit Keraton  berjalan menuju ke Magangan melewati jalan Rotowijayan ke arah barat. Setibanya di Ngejaman Keraton, prajurit Surokarso  yang merupakan prajurit  dari Putra Mahkota dan prajurit Bugis ( prajurit Kepatihan )  tidak mengikuti kirab melalui Magangan tetapi  berbelok ke arah timur memasuki bangsal Ponconiti dengan prajurit Surokarso menghadap ke timur dan prajurit Bugis menghadap ke arah barat. Kedelapan prajurit yang melakukan kirab melewati Magangan  adalah prajurit Wirobrojo, Patangpuluh, Prawirotomo, Ketanggung, Daeng, Jogokaryo, Nyutro dan Mantrijero.

Setibanya Magangan pasukan beristirahat sejenak. Setelah dianggap cukup Manggala Yudah memerintahkan  panji prentah Wirobrojo untuk segera memulai kirab.  Perjalan dari  Magangan  sampai ke Siti Hinggil dilakukan dengan lampah macak (berjalan rapih). Selama perjalanan dari  Magangan sampai Siti Hinggil semua penutup tombak (waos) dibuka (dicurat). Pada saat prajurit Wirobrojo berjalan dan diikuti para prajurit lain dibelakangnya, Manggala Yudha  berhenti  di Regol  Sri Manganti  menghadap ke arah selatan  menunggu sampai urutan prajurit terakhir  yakni prajurit Mantrijero datang.  Di depan  prajurit Mantrijero, Manggala Yudha berjalan kembali menuju Siti Hinggil. Setibanya di Siti Hinggil, Manggala Yudha beristirahat sejenak sementara itu semua tombak ditutup kembali.

Perjalanan dilanjutkan kembali dengan semua prajurit lampah macak dari  Siti Hinggil ke Alun-Alun Utara. Sesampai di Alun Alun Utara para prajurit disiapkan oleh Pandego, kemudian Manggala Yudha  segera turun dari tangga Siti Hinggil  diiringi abdi dalem pembawa ampilan dan di depan Pagelaran Yogyakarta  para prajurit memberikan penghormatan kepadanya. Pandego melapor kepada Manggala Yudha bahwa upacara siap dimulai. Kemudian Pandego menyiapkan para prajuritnya. Setelah para prajurit bersiap Gununungan Sekaten segera dikeluarkan.

Prosesi keluarnya Kagungan Dalem Pareden (Gunungan Sekaten) diatur berdasarkan urut-urutan.  Urut-urutan prosesi, yang berjalan paling depan adalah prajurit Bugis diikuti  Abdi Dalem Sipat Bupati menyusul 7 buah Gunungan kemudian prajurit Surokarso. Pada saat gunungan melewati  8 bregodo (pasukan) prajurit,  diberi aba-aba tembakan salvo (drel) sebanyak tiga kali.  Selanjutnya Gunungan dibawah ke Masjid Besar Kauman  melewati selatan Ringin Kurung. Khusus untuk Gunungan Lanang satu buah dibawa ke Puro Pakualaman melewati Ringin Kembar ke arah utara, Kantor Pos Besar ( nol kilometer) ke timur menuju Puro Pakualaman. Dan satu buah Gunungan Lanang di dibawa ke Kepatihan  (Kantor Gubernur DIY).

Usai berebut  gunungan warga masyarakat juga berebut pernak pernik sekaten. Telur merah ndog abang), pecut, topi caping, sirih pinang, nasi gurih, dan lainnya menjadi incaran warga. Ibu Sri Aminah dari Kulonprogo misalnya mengaku membeli beberapa pecut dan sirih pinang untuk dirinya dan pesanan keluarga dari Lendah Kulonprogo. Dirinya mengaku barang-barang itu akan disimpan dirumah. “Mau saya simpan di rumah dan kebun. Ya, untuk jaga-jaga saja. Ben mantap. Tapi bukan musrik lho..,” ujar Aminah yang datang bersama rombongan dengan menyarter bis.(@mix)