Dengan Segoro Amarto, Warga Suryodiningratan Bersihkan Puing Sisa Kebakaran

Pada Jumat (6/2), sejumlah warga masyarakat beserta tim penanggulangan bencana mandiri bentukan warga RT 16, RW 05, Kumendaman, Suryodiningratan, bekerja bakti membersihkan puing-puing sisa bencana kebakaran yang menimpa Ibu Sarjono pada 21 Januari 2015 lalu.

Mulai dari anggota BPBD Kota Jogja, pegawai Kecamatan Mantrijeron dan Kelurahan Suryodiningratan, anggota Kepolisian Sektor Mantrijeron, anggota Komando Rayon Militer Mantrijeron, Linmas Jagasurya, hingga sejumlah warga masyarakat bekerja bakti mulai sekitar pukul 07.00 WIB.

Diterangkan oleh Lurah Suryodiningratan, Retno Pudyastuti, memang ibu Sarjono ialah pemilik rumah berbentuk joglo, yang terbakar tersebut. Akan tetapi, ada delapan Kepala Keluarga (KK) dengan 23 jiwa yang tinggal di dalam rumah ibu Sarjono, dengan status kos dan kontrak.

Berlokasi di wilayah yang padat penduduk ciri khas perkotaan, saat kebakaran terjadi, tim pemadam kebakaran cukup terkendala dalam memadamkan api. Namun, warga sekitar tak diam begitu saja, mereka turut bahu-membahu, demikian pula saat penanganan pasca bencana. Tak lama, warga secara otomatis membentuk tim penanganan bencana kebakaran tersebut. Termasuk warga pendatang yang tinggal di sekitar lokasi bencana.

"Musibah ini menyadarkan sejumlah warga pendatang yang kurang bisa menyesuaikan diri, yang biasanya cuek, untuk bisa ikut turut membantu. Ternyata seluruh warga bisa memberikan yang terbaik," ujar Retno, dijumpai di sela-sela kerja bakti.

Ratusan karung untuk mengangkut puing-puing disediakan secara swadaya oleh masyarakat. Tim panitia yang dibentuk tadi, telah pula menyumbangkan santunan Rp1,5 juta bagi korban, yang berasal dari donatur.

Bantuan juga telah dibelikan material bangunan seperti seng, triplek, usuk, reng dan lainnya.

"Nanti akan diinventarisir bantuan apalagi yang dibutuhkan dan belum ada, maka nanti akan diupayakan pengadaan bantuan dalam bentuk lain," tambah Retno.

Kompol Totok Suwantoro, Kapolsek Mantrijeron menerangkan bahwa kerugian yang terjadi mencapai Rp350 juta. Namun, jumlah tersebut belum terhitung total karena masih ada beberapa korban yang belum melaporkan kerugian yang ia derita, karena masih dalam kondisi shock.

"Saat ini kami ikut dalam agenda membersihkan puing yang terbakar, yang sebelumnya juga telah sempat dilaksanakan oleh sejumlah warga," imbuh Totok yang juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Hos Cokroaminoto dan Universitas Terbuka itu.

Ia menambahkan, salah satu hal penting yang disediakan oleh tim terpadu penanggulangan bencana adalah bilik asmara. Diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang menjadi korban kebakaran.

"Agar mereka bisa tetap 'berkomunikasi' antar suami istri, mungkin saja bisa mengurangi tekanan pikiran yang ditimbulkan dari bencana kebakaran ini," tandas Totok seraya berkelakar.

Ditemui di lokasi, si empunya rumah, ibu Sarjono mengurai kisah awal terjadinya kebakaran. Pada 21 Januari sore, ia mengetahui ada masalah pada jaringan listrik di rumahnya, sehingga menyebabkan listrik mati. Takut terjadi apa-apa, ia memilih untuk memanggil seorang teknisi listrik agar membantunya membenahi jaringan yang mati tersebut.

Kabel telah dicek, bahkan ada beberapa kabel yang terbuka dari bungkusnya. Sementara, dalam kondisi alam sedang turun hujan, sang teknisi takut untuk melanjutkan kerjanya, dan menundanya agar diselesaikan esok hari. Jaringan kabel yang telah ia buka, hanya ditutup oleh selembar tripleks.

Atap rumah yang bocor menyebabkan air masuk ke dakam rumah dan membasahi kabel yang terbuka tadi. Tak ayal, korsleting terjadi.

"Saat itu, saya baru selesai sholat isya pukul 22.00 WIB, saya dengar bunyi percikan api 'trektek' seperti itu, saya kira bunyi kembang api," imbuhnya.

Tak lama, ibu Sarjono melihat api sudah membakar tripleks, kemudian gordyn dan sejumlah benda mudah terbakar lainnya di kamarnya. Selanjutnya api menyebar.

"Saya beruntung punya lurah seperti ini [sembari merangkul Retno, lurah Suryodiningratan], ia selalu mendampingi kami setelah bencana terjadi hingga kini," ujarnya.

Ibu Sarjono sendiri mengalami kerugian Rp5 juta beserta perhiasan seberat lima gram yang ikut terbakar. Perempuan kelahiran Cilacap itu sesungguhnya telah dinasehati anaknya agar tidak menyimpan uang tunai di rumah.

Tak hanya ibu Sarjono yang mengalami kerugian material hingga jutaan. Melainkan juga salah seorang warga yang mengontrak di rumah tersebut, bahkan uang sebanyak Rp100 juta lebih habis dilalap si jago merah.

Ibu Sarjono hanya mampu mengatakan bahwa air matanya telah kering. Tanpa kehadiran dan bantuan warga, ia tidak mungkin bisa setegar saat ini.

Sejumlah korban saat ini tinggal di tempat yang berbeda. Ada yang berada di tenda dan ada yang menumpang di rumah KK lain, di kampung tersebut. Menunggu rumah selesai dibangun. (Han)