EDUKASI DAN WISATA MELALUI BATIK
Sebanyak 65 orang perwakilan dari sekolah negeri, kecamatan dan SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta mengikuti Sosialisasi Ensiklopedi Batik Yogyakarta yang diterbitkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Yogyakarta. Bertempat di kantor Dekranas Jalan Taman Siswa No 39 Yogyakarta Kamis (12/2). Selain memperkenalkan buku Ensiklopedi Batik Yogyakarta, acara juga menghadirkan 2 orang ahli batik Hendri Suprapto dan Amin Hendrawijaya untuk membagikan ilmu dan pengalaman berkaitan dengan produksi dan pemahaman batik.
Pada forum tersebut dibagikan Buku Ensiklopedi Batik Yogyakarta kepada setiap peserta dengan tujuan dapat menjadi panduan penggunaan motif batik dalam keperluan sehari-hari. “Dengan disebarluaskan Buku Ensiklopedia Batik harapan kami dapat mendukung kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta tentang penggunaan pakaian tradisional gagrak Ngayogyakarta setiap hari Kamis Pahing. Karena masih banyak yang belum pas dalam menggunakan corak batik”, terang Kepala Bidang PSD UMKM Disperindagkoptan Kota Yogyakarta Tri Karyadi Riyanto Raharjo.
Batik Yogyakarta merupakan embrio batik tradisional. Batik Yogyakarta bertema klasik dan berbeda dengan daerah lain yang mengarah tren semisal batik Pekalongan. “Dalam setiap corak dan warna batik sesungguhnya terkandung nilai-nilai dan filosofi yang tinggi sehingga tidak bisa sembarangan digunakan. Hal ini belum semua orang paham”, beber Tri Karyadi Riyanto.
Batik sudah dinobatkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada tahun 2009. Dan Kota Yogyakarta menjadi Kota Batik Dunia. Untuk itu pemerintah Kota Yogyakarta terus berusaha mengembangkan batik tradisional. “Dari 14 industri yang dikembangkan di Indonesia, Kota Yogyakarta memenuhi 2 unsur yaitu pendidikan dan pariwisata. Dalam satu karya batik dapat mengembangkan dua hal tersebut sekaligus. Batik mengandung unsur edukasi melalui filofosi dalam corak, sedangkan proses produksi dan distribusinya dapat menjadi komoditas pariwisata”, ungkap Kepala Bidang PSD UMKM Disperindagkoptan Kota Yogyakarta.
Namun demikian, pelestarian batik tidak bisa dilepaskan dari isu pelestarian lingkungan hidup. Karena tidak dipungkiri limbah produksi batik termasuk limbah yang membahayakan. “Sudah saatnya kita mengembangkan batik yang ramah lingkungan. Salah satu cara dengan menggunakan pewarna alami. Indonesia kaya akan zat pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan bahan galian. Jadi tidak ada kesulitan untuk mendapatkannya”, terang Ir. Hendri Suprapto ahli batik asal Kota Yogyakarta.
Sampai sekarang masih banyak pembatik yang memakai pewarna sintetis. “Pertama karena tak tahu. Kedua kurangnya sosialisasi efek limbah batik konvensional., Kendala terbesar dari penggunaan pewarna alami adalah biaya produksi yang lebih tinggi sehingga harga batik dengan pewarna alami lebih mahal. Namun harus tetap dipopulerkan penggunaan pewarna alami demi kelestarian lingkungan hidup” ujar Hendri Suprapto pemilik Batik Bixa yang beralamat di Pelem Kidul Banguntapan Bantul.
Sementara itu Amin Hendra Wijaya yang telah lama bergelut dengan motif batik mengharapkan masyarakat lebih peduli dan paham dengan penggunaan corak batik. “Batik kini makin beragam, dapat dimodifikasi menjadi beragam karya semisal pakaian, tas, sepatu dan lain sebagainya. Tapi penggunaan batik harus tetap menyesuaikan dengan filosofi batik itu sendiri”, ujar Amin Hendra yang karyanya identik dengan modern klasik. (Dast/**)