Samidjan, Sulap Limbah Plastik Menjadi Wayang

Sampah plastik merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari siapapun mengingat material tersebut sulit terurai. Setiap orang khususnya yang tinggal di perkotaan setiap hari hampir bisa dipastikan berkontribusi pada penambahan sampah plastik

Samidjan, seorang warga RW 05 Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta merasa gelisah melihat di sekitar lingkungan rumahnya berserakan limbah kardus dan botol plastik. Berangkat dari kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan maka ia memutar otak bagaimana memanfaatkan limbah botol tersebut agar tidak mencemari lingkungan.

Dari perenungan yang ia lakukan, maka ia berinovasi untuk memanfaatkan limbah tersebut untuk membuat wayang dengan cara mendaur ulang kardus dan limbah plastik yang berasal dari air minum dalam kemasan menjadi bahan dasar untuk membuat wayang.

“Saya membuat wayang dengan bahan dasar limbah karena dilatari keprihatinan saya melihat limbah plastik yang kerap mengotori Kali Buntung (Sungai dekat rumahnya).” katanya

Bapak tiga anak ini mulai membuat wayang sejak awal tahun 2000. Meskipun demikian, ide membuat wayang berbahan dasar limbah muncul sejak tahun 2010.

“Jika membuat wayang dari kulit, prosesnya akan memakan waktu berbulan-bulan. Kalau dari plastik kan enggak, mudah dan murah. Bahan utamanya bisa didapatkan dengan mudah. Prosesnya juga tidak lama,“ ujar pria 70 tahun tersebut

Kreativitas Samidjan terhadap wayang ini layak diacungi jempol. Bagaimana tidak. Ia mampu membuat wayang dari limbah berwujud botol air kemasan dan plastik yang kaku.
Plastik-plastik tersebut diolahnya sedemikian rupa menjadi lempengan.

“Usai berbentuk lempengan, saya memahat sesuai karakter wayang yang saya ingin buat. Tahap pemahatan ini membutuhkan waktu antara dua hingga tiga hari hingga menjadi wayang” ujarnya

Setelah limbah-limbah plastik tersebut berbentuk wayang, pekerjaan belum tuntas. Ia masih memberikan cat minyak atau akrilik.

Sebelum pemberian warna, Samidjan mengamplas permukaan plastik pada wayang. Pengamplasan dilakukan untuk membuat permukaan plastik menjadi kasar sehingga dapat membuat cat menempel.

”Sampai produksi selesai, seperti yang ini (menunjukkan karakter Togog), bisa satu minggu. Harus menunggu sampai kering, lalu diolesi cat lagi,” terangnya.

Namun demikan, Ia menututrkan sampai saat ini dia belum pernah memasarkan hasil karyanya itu. Padahal, ia sering diajak ikut pameran di komunitas dalang tempatnya bergabung. ”Sekarang, satu kotak baru dipinjam teman dalang untuk keliling Jawa Timur,” tuturnya.

Meski tak mengomersilkan wayang limbah ciptaannya, Samidjan mengaku harga wayang plastik tiap karakter berbeda. Ia mematok harga wayang tersebut antara Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu.

”Pernah ada aktivis lingkungan yang membeli dengan harga tiga kali lipat dari harga wayang kulit. Alasannya, ia senang karena menggunakan bahan dari limbah,” katanya.

Wayang ciptaan Samidjo juga pernah diminati turis. Terutama turis asal Amerika Serikat dan Prancis. ”Niat sayaa hanya ingin menghambat pencemaran lingkungan,” ujarnya. (Han)